Abstrak RSS

Komunikasi Antarbudaya Etnik Batak Dan Etnik Sunda Di Kota Bandung

Komunikasi Antarbudaya Etnik Batak Dan Etnik Sunda Di Kota Bandung
Erita Yati Lubis
Unpad
Indonesia
Unpad
, , , ,

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah identitas etnik Batak di lingkungan masyarakat Sunda di Kota Bandung. Fokus penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana kategori-kategori etnik Batak sebagaimana yang dipersepsi oleh orang-orang Sunda di lingkungan masyarakat Sunda di Bandung dan kemudian dalam penelitian ini akan menjelaskan dan menemukan bagaimana subjek-subjek penelitian mengkontruksikan identitas etnik Batak dalam penyesuaian antarbudaya di lingkungan masyarakat Sunda, dan bagaimana etnik Batak melakukan pola komunikasi dalam adaptasi dan taktik-taktik manipulasi identitas di lingkungan masyarakat Sunda. Penelitian ini akan mengkategorikan pola adaptasi etnik Batak, mendeskripsikan pengembangan hubungan dalam komunikasi antarbudaya etnik Batak dan etnik Sunda, dan tampilan pengelolaan kesan melalui bahasa verbal dan nonverbal dalam hubungan komunikasi antarbudaya dengan old significant others dan new significant others. Perspektif teoritis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori Interaksi Simbolik George Herbert Mead, Erving Goffman, dan Fredrik Barth yang dianggap sebagai teori-teori pendukung yang saling melengkapi dengan menggunakan metode kualitatif atau paradigma interpretatif. Berdasarkan penelitian metode kualitatif maka pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam (in-depth interview) dan studi pustaka yang berhubungan dengan kultur etnik Batak. Subjek penelitian terdiri dari duabelas orang etnik Batak yang telah tinggal di Kota Bandung lebih dari lima tahun. Berdasarkan hasil penelitian, kategori-kategori yang ditemukan dalam komunikasi antarbudaya antara etnik Batak dan etnik Sunda terdapat kategori etnik Batak tradisional dan etnik Batak modern. Pada etnik Batak tradisional pola adaptasi lebih lambat dan tertutup dibandingkan kategori etnik Batak modern dimana pola adaptasinya lebih cepat dan terbuka. Hal ini dapat terjadi karena ada peristiwa konflik yang pernah terjadi sebelumnya atau karena jarangnya terjadi kontak interaksi antaretnik. Frekuensi interaksi antaretnik yang lebih sering akan mampu mengurangi pandangan stereotip dan prasangka orang Batak terhadap orang Sunda. Karena dengan sering melakukan interaksi antar individu yang berasal dari etnik-etnik yang berbeda memungkinkan individuindividu tersebut lebih saling mengenal kesamaan-kesamaan diantara mereka. Pengetahuan tersebut pada gilirannya bisa menimbulkan daya tarik di antara etnik Batak dan etnik Sunda. Melalui interaksi, individu bisa menambah informasi tentang adanya berbagai perbedaan. sehingga konflik antaretnik dapat dihindarkan dan komunikasi menjadi efektif. Selain bahasa Indonesia yang dipergunakan sebagai alat komunikasi, bahasa Sunda juga harus dikuasai oleh etnik Batak sebagai etnik pendatang untuk memperlancar dan mempermudah komunikasi antaretnik di lingkungan masyarakat Sunda di Kota Bandung. Tidak semua adaptasi budaya dapat diterima, terutama perbedaan dalam selera makan juga sulit diubah. Taktik-taktik manipulasi identitas etnik dapat dilakukan antara lain dengan pengelolaan kesan baik verbal maupun nonverbal.

The purpose of this research is to analyze the adaptation process from Batak’s ethnics in cross culture communication in Sundanese environment in Bandung. The focus of this study is to find the cross culture communication between Batak’s ethnics and Sunda’s ethnics in Sundanese environment, and how the pattern of adaptation and manipulation of identity of Batak’s ethnic in Sundanese society. This research categorize the pattern of adaptation, describe the relationship in cross culture communication, and the portrait of impression management through verbal and nonverbal language in developing their interpersonal relation with old significant others and new significant others. To achieve the aim, this research is conducted by using the theory of symbolic interaction from George Herbert Mead and the qualitative research method or interpretative paradigm. According to qualitative research method, the data collection can be conducted through observation, in-depth interview, and documentary study from related and significant source. The subjects of the research are twelve citizens from the ethnics of Batak who lived in Bandung for more than five years. The result shows that in cross culture communication between Batak’s ethnics and Sunda’s ethnics there is two category : The Traditional and The Modern Batak’s ethnics. In traditional Batak’s ethnics the pattern of adaptation is more closed than the modern one that has the open pattern of adaptation. It can be happen because of historical events or the rarely contact from cross culture communication. The intensity of cross culture interaction can decrease stereotype and prejudice from Batak’s ethnic to Sundanese society. The interaction between individual from different ethnic can conclude to knowing the similarity among them. In the end the knowledge can make an attraction between them. Interaction can erase the illusion of outgroup homogenity, because with interaction an individual have more information about the differences. Besides Indonesian language as the communication tool, the migrant have to conquered mother language (Bahasa Sunda) to be able and easier to communicate with resident where they lived. Not all culture adaptation is acceptable, especially the differentiation about the food taste. The manipulation of identity ethnic can be used by impression management through verbal and nonverbal language.

Untuk keterangan lebih lanjut silahkan menghubungi http://cisral.unpad.ac.id