Abstrak RSS

Dinamika Aliran Kepercayaan Madrais Di Cigugur Kabupaten Kuningan 1885-2007

Dinamika Aliran Kepercayaan Madrais Di Cigugur Kabupaten Kuningan 1885-2007
Widyonugrahanto
Unpad
Indonesia
Unpad
, , ,

Disertasi ini adalah tentang Dinamika Aliran Kepercayaan Madrais dari 1885 hingga 2007. Permasalahan yang dibahas dalam disertasi ini adalah tentang mengapa Aliran Kepercayaan Madrais dapat bertahan lama, lebih dari satu abad. Aliran Kepercayaan Madrais telah mengalami pembubaran dan pelarangan beberapa kali, tetapi Aliran Kepercayaan Madrais ini selalu dapat muncul dan berdiri kembali hingga dapat bertahan hingga lebih dari satu abad. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjawab permasalahan bagaimana perkembangan Aliran Kepercayaan Madrais dari 1885 hingga 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian disertasi ini adalah Metode Sejarah yang memiliki beberapa tahapan yaitu Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi. Lalu untuk menganalisis permasalahn dalam penelitian ini digunakan Teori Otoritas Kepemimpinan dari Max Weber, Teori Gerakan Massa dari Eric Hoffer dan teori dari Sartono Kartodirdjo tentang gerakan-gerakan sosial. Dalam penelitian disertasi ini dijelaskan bahwa hubungan baik para penghayat Aliran Kepercayaan Madrais dengan keluarga keturunan Madrais masih cukup kuat. Hubungan ini terjadi karena para penghayat Aliran Kepercayaan Madrais tersebut masih mempercayai otoritas kepemimpinan tradisional. Keluarga Madrais dianggap sebagai patron mereka sedangkan mereka adalah klien dari keluarga Madrais. Pada saat Madrais meninggal pada 1939 maka para penghayat Aliran Kepercayaan Madrais menganggap Tedjabuana anak lelaki Madrais satusatunya sudah sepatutnya menggantikannya sebagai pemimpin mereka. Ketika Tedjabuana mendirikan ADS maka mereka mengikutinya menjadi anggota ADS. Bahkan ketika terjadi pembubaran organisasi Aliran Kepercayaan Madrais dan kepindahan pemimpin mereka menjadi pemeluk Agama Kristen Katholik, sebagian besar dari mereka pun mengikuti berpindah memeluk Agama Kristen Katholik. Ketika Tedjabuana meninggal, maka mereka pun menganggap sudah sepatutnya Djatikusumah cucu Madrais anak lelaki Tedjabuana menggantikannya. Kemudian Pada saat Djatikusumah keluar dari Agama Kristen Katholik, dan mendirikan PACKU, maka sebagian dari mereka yang masih setia ikut ke luar dari Agama Kristen Katholik dan masuk PACKU. Walaupun jumlah mereka semakin sedikit, tetapi kesetiaan pada Keluarga Keturunan Madrais tetap ada hingga sekarang terutama pada mereka yang menjadi penghayat Aliran Kepercayaan Madrais.

This dissertation was about the dynamics of the local belief Madrais from 1885 to 2007. The focus of this dissertation was to analyze why this local belief could survive for over a century. Despite its forcible disbandment and interdiction several times, this sect always reemerged and endured the adversities for over a century. This research was also expected to describe its development from 1885 to 2007. The method used was historical method with its steps: heuristics, criticism, interpretation, and historiography. To defend the analysis of this research, this dissertation used Max Weber’s Leadership Authority theory, Eric Hoffner’s Mass Movement theory, and Sartono Kartodirdjo’s social movements theory. In this dissertation, it was revealed that the local belief Madrais followers maintained strongly a good relation with the descendants of Madrais. This resulted from the fact that the followers still believed in the notion of traditional leadership authority, in which the Madrais descendants were considered their patrons and they were merely the clients of the Madraises’.It happened when Tedjabuana established ADS, the people followed him as the members. When Madrais passed away, the followers considered Tedjabuana, Madrais’ only son, to subsequently deserve the place of their leader. Even when the local belief was forcibly disbanded and their leader was converted to Catholic, they also followed the precise step. When Tedjabuana passed away, they thought that it was naturally Djatikusumah, Madrais’ grandson – Tedjakusumah’s son, to assume the leadership of the local belief. Just as Djatikusumah left Catholicism and established PACKU and AKUR, some of the loyal followers took the similar path. Even though they were less and less in number nowadays, the loyalty to the Madrais decendants still existed, especially for the local belief followers.

Untuk keterangan lebih lanjut silahkan menghubungi http://cisral.unpad.ac.id