Abstrak RSS

Dinamika Sosial Dalam Mewujudkan Toleransi Beragama (Studi Kasus Program ”Bandung Kota Agamis”)

Dinamika Sosial Dalam Mewujudkan Toleransi Beragama (Studi Kasus Program ”Bandung Kota Agamis”)
Agus Ahmad Safei
Unpad
Indonesia
Unpad
, , ,

Fakta adanya keragaman keyakinan, di satu sisi, menjadi modal berharga bagi terbangunnya toleransi beragama, namun di sisi lain memiliki potensi konflik yang rentan melahirkan sikap dan tindakan intoleransi. Tarik ulur di antara kehendak mewujudkan toleransi beragama dengan kecenderungan praktik intoleransi beragama di sisi lain telah menghadirkan dinamika sosial yang menarik dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami tentang dinamika sosial yang terjadi dalam mewujudkan toleransi beragama di Kota Bandung. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertukaran sosial dan teori akomodasi. Metode penelitian ini adalah kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, pengamatan langsung, observasi partisipatoris dan penelaahan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Dinamika sosial yang positif terjadi karena masing-masing umat lintas agama lebih mengedepankan toleransi beragama. Pada praktiknya, upaya mewujudkan toleransi beragama tidak dapat dipisahkan dari peran dan keterlibatan pihak pemerintah. Kemunculan program “Bandung Kota Agamis” menunjukkan bahwa agama tidak hanya dapat menjadi modal spiritual di tengah masyarakat, tetapi juga dapat menjadi modal sosial untuk membangun kehidupan yang harmonis dan toleran. Temuan ini sejalan dengan pandangan Jose Cassanova (1994), yang menyatakan bahwa agama dapat melakukan transformasi sosial dengan melakukan deprivatisasi agama, yakni proses di mana agama meninggalkan ruang privat dan memasuki ruang publik guna mengambil peran dan memainkan fungsi sosialnya. (2) Toleransi beragama terhambat karena masih adanya dikotomi “kami” dan “mereka”, “mayoritas” dan “minoritas”, dalam relasi umat lintas agama yang kemudian melahirkan sikap dan tindakan intoleransi. Praktik intoleransi beragama terjadi dalam bentuk kecurigaan, prasangka sosial, provokasi, intimidasi dan diskriminasi. (3) Terjadinya kontestasi dan kompetisi antarkelompok keagamaan merupakan sifat dasar manusia. Strategi dalam bentuk akomodasi diperlukan untuk mewadahi beragam kepentingan yang berbeda di kalangan umat lintas agama untuk meredakan pertentangan sekaligus menjembatani berbagai perbedaan kepentingan. Kehadiran program “Bandung Kota Agamis”, relatif merupakan solusi efektif dalam mengikat keragaman asal-usul, etnik, budaya, dan agama. Dalam konteks membangun toleransi beragama, program “Bandung Kota Agamis” telah menjadi benang homogen atau common platform (atau kalimatun sawa’ dalam terminologi Islam) yang mengikat berbagai pemeluk agama yang berbeda untuk berintegrasi secara sosial.

The fact of diversity of belief, on the one hand, a valuable capital for the establishment of religious tolerance, but on the other hand has a potential conflict of vulnerable birth attitudes and actions of intolerance. Tug between the will embody the practice of religious tolerance with the trend of religious intolerance on the other side has presented an interesting social dynamics studied. This study aims to describe and analyze about social dynamics that occur in the realization of religious tolerance. Theory used in this study were social exchange theory and the theory of accommodation. This research method is qualitative. The data collection techniques through in-depth interviews, direct observation, participatory observation and document review. The results showed that: (1) positive social dynamics occur because each interreligious people to put forward religious tolerance. In practice, efforts to achieve religious tolerance can’t be separated from the role and involvement of the government. The appearance of the program of ” Bandung: a Religious City” shows that religion can not only be the spiritual capital in the community, but also can be a social capital to build a harmonious and tolerant life. This finding is in line with the views of Jose Cassanova (1994), which states that religion can do for social transformation by doing deprivatization religion, namely the process in which religion leaves the private sphere and into public spaces in order to take on the role and play a social function. (2) The practice of religious intolerance occurs due to the persistence of the dichotomy of “us” and “them”, “majority” and “minority”, the people of interfaith relations. The practice of religious intolerance occurs in the form of suspicion, social prejudices, provocation, intimidation and discrimination. (3) The occurrence of religious contestation between groups is human nature. Strategy in the form of accomodation is required to accommodate a variety of different interests among the people to ease interfaith conflicts of interest as well as bridge the differences. The presence of the program of ” Bandung: A ReligiousCity”, the relative is the effective solution in the binding diversity of origin, ethnicity, culture, and religion. In the context of building religious tolerance, the program of “Bandung: A Religious City” has become a common thread or homogeneous platform (or kalimatun sawa’ in Islamic terminology) that bind to a variety of different faiths to integrate socially.

Untuk keterangan lebih lanjut silahkan menghubungi http://cisral.unpad.ac.id