Abstrak RSS

Model Pengembangan Reforma Agraria Untuk Inklusivitas Dan Keberlanjutan Ketahanan Pangan Di Daerah Tertinggal (Studi Kasus Di Desa Napan Kecamatan Bikomi Utara Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur)

Model Pengembangan Reforma Agraria Untuk Inklusivitas Dan Keberlanjutan Ketahanan Pangan Di Daerah Tertinggal (Studi Kasus Di Desa Napan Kecamatan Bikomi Utara Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Ketua : Dr. Nia Kurniati, S.H.,M.H., Anggota : Dr. Reginawanti Hindersah, Betty Rubiati, Helza Nova Lita, S.H., M.H.
Universitas Padjadjaran, Laporan Akhir Tahun Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Ke-1 Dari Rencana 2 Tahun, Universitas Padjadjaran Oktober 2017
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Laporan Akhir Tahun Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Ke-1 Dari Rencana 2 Tahun, Universitas Padjadjaran Oktober 2017

Isu utama pembangunan wilayah nasional saat ini adalah masih besarnya kesenjangan antar wilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Daerah dengan kondisi rendahnya pencapaian pembangunan diidentifikasi berada di Kawasan Timur Indonesia sebagai “daerah tertinggal”. Untuk mencapai indikator kesejahteraan yang paling sederhana yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan bagi masyarakat di daerah tertinggal masih menjadi suatu keniscayaan. Perlu upaya untuk mengurangi kesenjangan ini, dengan menetapkan langkah strategis dan mendasar guna mencapai pertumbuhan yang inklusif, dan berkelanjutan pemenuhan kebutuhan pangan disamping kebutuhan dasar lainnya seperti sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan. Tujuan penelitian ini mengkaji penerapan prinsip-prinsip reforma agraria yang meliputi asset reform dan akses reform, mengkaji potensi ekonominya, dan menemukan konsep/model pengelolaan tanah sebagai salah satu sumberdaya agraria di daerah tertinggal di Desa Napan Kecamatan Bikomi Utara Kabupaten Timor Tengah Utara yang relatif kering dan kurang subur agar dapat dikembangkan guna mewujudkan ketahanan pangan bagi masyarakatnya. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif didukung dengan observasi ke lapangan untuk menemukan peristiwa konkrit. Pendekatan yuridis normatif yaitu menelusuri, mengkaji dan meneliti data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian ini. Digunakannya pendekatan yuridis normatif dengan pertimbangan masalah yang diteliti berkisar pada keterkaitan berbagai peraturan yaitu peraturan tentang pertanahan dan pemberdayaannya yang tertuang dalam berbagai Undang-Undang Sektor berikut peraturan pelaksanaannya untuk diterapkan terhadap peristiwa konkrit yang terjadi di dalam kenyataannya. Pendekatan komparatif tentang reforma agraria di negara tetangga digunakan sebagai bahan pertimbangan pengembanganan ketahanan pangan pada masyarakat tertinggal melalui penguatan kelembagaan penguasaan dan pemilikan tanah oleh masyarakat petani (asset reform), diikuti peningkatan bantuan bagi pengembangan usaha produksi pertanian (pangan), perbaikan metode bertani, pendidikan dan latihan, penyediaan informasi mengenai pasar dari produk pertanian hingga infrastruktur sosial yang dibutuhkan (accses reform). Rencana kegiatan tahun pertama adalah mengkaji penerapan prinsip reforma agraria dalam paradigma baru pengembangan daerah tertinggal dan menemukan model pengembangan reforma agraria yang dilakukan secara sistemik untuk mencapai pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan difokuskan kepada peningkatan kualitas dan perluasan hak dasar di bidang pangan. Rencana kegiatan tahun kedua mengkaji implementasi model/konsep pemberdayaan tanah dan potensi ekonomi yang bersumber pada tanah pertanian di daerah tertinggal bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dalam fokus ketahanan pangan dan swasembada pangan. Hasil penelitian: (1) Petani mempunyai legal standing atas lahan pertanian di Napan. Penguatan hak petani atas lahan pertanian akan mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Realitasnya menunjukan rumah tangga petani yang telah memiliki Sertifikat tanah sejumlah 40 persen, sedangkan 60 persen masih belum terdaftar sehingga belaum memiliki surat bukti kepemilikan (sertifikat tanah). (2) Sinkronisasi program reforma agraria yang meliputi asset reform dengan program perhutanan sosial serta program Padat Karya Pangan menghasilkan pengalokasian lahan pertanian kepada 2 kategori petani yaitu “petani yang memiliki lahan kurang dari 2 ha” dan kepada “petani tanpa lahan”, mendukung penguatan asset dan peningkatan kemampuan rumah tangga petani terhadap lahan pertanian di Napan, dan pemberian hak pinjam pakai atas kawasan hutan bagi para petani tidak bertanah memberi ruang bagi terwujudnya inklusivitas dan keberlanjutan pangan di Napan. (3) Pengintegrasian diantara program reforma agraria (asset & akses reform) dengan program perhutanan sosial dan dengan program Padat Karya Pangan (PKP) merupakan konsep dasar yang dapat dijadikan acuan untuk mewujudkan inklusivitas dan keberlanjutan ketahanan pangan di Napan. Kesimpulan: (1) Sebagian petani telah memperoleh penguatan hak kepemilikan atas lahan pertanian terdiri dari 40 % tanah petani telah bersertifkat dan 60 % belum bersertifikat. (2) Sinkronisasi program reforma agraria dengan program perhutanan sosial serta program Padat Karya mendukung penguatan asset petani terhadap lahan pertanian, memberi acuan bagi terwujudnya inklusivitas dan keberlanjutan ketahanan pangan di Napan. (3) Konsep dasar mewujudkan inklusivitas dan keberlanjutan ketahanan pangan di Napan adalah: sinkronisasi dan integrasi program reforma agraria – perhutanan sosial – dan padat karya pangan.

Download: .Full Papers