Abstrak RSS

Demokratisasi Desa Masa Orde Baru: Bergesernya Nilai dan Orientasi Pemimpin Desa Serta Pudarnya Motivasi Warga Untuk Menjadi Kepala Desa (Kasus Pemilihan Kepala Desa di Sangiang Kecamatan Banjar Kabupaten Majalengka)

Demokratisasi Desa Masa Orde Baru: Bergesernya Nilai dan Orientasi Pemimpin Desa Serta Pudarnya Motivasi Warga Untuk Menjadi Kepala Desa (Kasus Pemilihan Kepala Desa di Sangiang Kecamatan Banjar Kabupaten Majalengka)
Utang Suwaryo, Iyep Saefulrahman
Universitas Padjadjaran, Prosiding Seminar Nasional Call For Paper Kepemimpinan Dalam Politik Dan Pemerintahan, Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unikom Bandung, 9-10 Mei 2017, ISBN : 978-602-73799-2-3
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Prosiding Seminar Nasional Call For Paper Kepemimpinan Dalam Politik Dan Pemerintahan, Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unikom Bandung, 9-10 Mei 2017, ISBN : 978-602-73799-2-3
, , , , ,

Seperti kesatuan masyarakat hukum Iainnya yang ada di Indonesia, Desa Sangiang juga tidak dapat lepas dari kehendak negara. Arah perkembangan penyelenggaraan pemerintahan dan demokrasinya harus dapat menyesuaikan dengan kebijakan yang dibuat negara yang sentralistis dan uniformitas. Dampak yang muncul ternyata tidak hanya pada berkurangnya ruang dan kuasa dalam mengatur dan mengurus kepentingan desa dan warganya, tetapi juga pada pergeseran kesakralan seorang pemimpin desa dan pudarnya motivasi warga untuk menjadi kepala desa. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis secara lebih mendalam terkait dengan demokratisasi yang berlangsung di Sangiang pada masa Orde Baru khususnya saat berlakunya UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa beserta peraturan pelaksananya. Untuk dapat menjawab tujuan penelitian tersebut, digunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya dokumentasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa demokrasi yang terbangun di Sangiang khususnya dalam pemilihan kepala desa lebih berbasiskan tradisi liberal yang mengarah pada demokrasi formalitas. Hal ini disebabkan dalarn proses penanaman nilai demokrasi yang dilakukan negara lebih menekankan pada aspek prosedural dibanding substansi dalam berdemokrasi. Akibatnya demokrasi yang berjalan di Sangiang sebatas hanya untuk melaksanakan kewajiban desa pada negara. Ketentuan dalam kebijakan negara yang mengatur kekuasaan dan kedudukan kepala desa yang cenderung menjadi birokratis juga telah menyebabkan terjadinya pergeseran nilai dan orientasi dari seorang pemimpin desa di Sangiang yang pada akhirnya hal tersebut menyebabkan motivasi warga Sangiang untuk menjadi kepala desa pun memudar. Merujuk pada hal yang terjadi di Sangiang masa Orde Baru, sudah selayaknya pemerintah sekarang menjadikannya sebagai referensi dalam membangun demokrasi desa untuk dapat lebih bermakna dengan tidak hanya menekankan aspek prosedural semata tetapi juga menekankan aspek substansinya.

Desa Sangiang can not be separated from the will of the state considering its position as law community unit in Indonesia. The direction of village governance and democracy should be able to conform to a centralised policy of the state and its uniformity. As a result, the village have no longer eligible to control dan manage interests of village and its denizens, likewise, there have been a shift of sanctity of village chief and a lack of denizens’ motivation to obtain its position. This research is aimed at gaining a deep analysis of the democratisation in Desa Sangiang during the New Order era, particularly on the execution of Village Government Law Number 5/1979 (UU No.5 Tahun 1979) including its technical regulations. Qualitative approach adopted is to answer the aim of research through documentation and in-depth interview. This research seeks to show that during Village Chief election in Desa Sangiang there is an implementation of liberal tradition that leads to a formal democracy. It occured due to the state perspective in internalising the democracy values tend to be more procedural than substantive that have formed the conformity of village to pay off its duties before the state. Subsequently, the state policy in adjusting the power of village chief have bureaucratically shaped the shift of values and characters of village chief itself. It also become one of the reason why the denizens’ motivation to be a village chief in Desa Sangiang have decreased. This findings suggests it is proper that Government has to learn to what occured in Desa Sangiang during the New Order era, in order to build a meaningful democracy in village through emphasizes the embodiment of substantive democracy than the procedural democracy.

Download: .Full Papers