Abstrak RSS

Perempuan Dalam Modernisme Dan Postmodernisme

Perempuan Dalam Modernisme Dan Postmodernisme
Budi Rajab
Fisip Unpad
Indonesia
Unpad
, , , , , , ,

Modernisme telah menerima dan mendorong perempuan untuk bisa berkiprah di sektor publik, tetapi sekaligus ia pun dituntut agar tetap dapat berkiprah di sektor rumah tangga. Konsekuensinya, gerakan perempuan yang terpengaruh dan mengikuti arus modernisasi, aliran feminisme liberal, malah menjadikan perempuan itu sendiri terbebani peran ganda. Gerakan feminisme liberal telah dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan produktif perempuan di domain publik, tetapi belum bisa mengubah ketimpangan gender itu sendiri. Bagi gerakan perempuan yang berorientasi posmodernisme, konsekuensi dari beban peran ganda perempuan dan tetap berlangsungnya ketimpangan gender merupakan hal yang pasti akan terjadi, karena modernisme itu sendiri merupakan produk kekuasaan patriarkhi. Untuk itulah, kaum feminis-posmodernisme menyatakan, supaya gerakan perempuan efektif dan membuahkan hasil berupa kesetaraan gender, sudah harus sejak awal melakukan dekonstruksi atas wacana modernisme itu dan membangun wacana yang bersumber dari pengalaman-pengalaman hidup perempuan itu sendiri.

Modernism has accepted and encouraged women to take roles in public domain, but they are required to take responsibility on all their household chores. As a consequence, the women’s movement, which is influenced and driven by modernism, the liberal feminism stream, in turn would make women be forced to take double roles. Therefore, although liberal feminism movement has raised the level of knowledge and productive ability of women in public domain, it cannot change the gender inequality itself. In the womens movement, which has an orientation towards postmodernism, women’s double roles and gender inequality will undeniably occur, because the modernism itself is the product of patriarchy supremacy. For that reason, the peoples of postmodernism-feminist state that in order for the womens movement to be effective and be resulted in gender equality, it is necessary from the very beginning to deconstruct that postmodernism discourse and to build a discourse that is rooted in the experiences of the women themselves.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : http://www.lppm.unpad.ac.id