Abstrak RSS

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan Lindung

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan Lindung
Gunggung Senoaji
Universitas Bengkulu
Indonesia
Unpad
, , , , , , ,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan lindung di Bengkulu. Metode penelitiannya adalah metode survey dengan beberapa teknik PRA. Penelitian di lakukan di Desa Air Lanang, Bengkulu. Data yang dikumpulkan dengan pengamatan dan wawancara mendalam kemudian dianalisis dengan analisis dekriptif kualitatif dan kuantitatif. Desa Air lanang memiliki luas 289,25 ha dengan jumlah penduduknya sebanyak 1.460 jiwa (285 KK). Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dengan tingkat pendidikan yang rendah. Rata-rata luas lahan garapannya adalah 2,5 hektar, dimana 1,6 hektar berada di dalam kawasan hutan lindung. Komoditas utamanya adalah kopi, dengan produksi sebesar 500 kg/ha/tahun. Jarak rata-rata dari desa ke kebun di hutan lindung adalah 2,6 km. Pendapatan masyarakat sangat tergantung kepada harga kopi yang fluktuasi harganya cukup tinggi. Jika harga kopi dibawah Rp. 6000, mereka termasuk kedalam katagori masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Saat ini pengelolaan kawasan hutan lindung oleh masyarakat menggunakan konsep hutan kemasyarakatan, yang ternyata belum bisa mengoptimalkan fungsi hutan lindung.

The objective of this research was to identify of social economic condition of community living around forest in Bengkulu. The technique of Participatory Rural Appraisal survey was employed in the study. Data were collected by conducting participating observations and open in-depth interviews in the Desa Air Lanang, Bengkulu, Data and information were analyzed by qualitative and quantitative analysis. The result of this research showed that population of Desa Air Lanang were 1.460 persons (285 families). The main livelihoods were farming with a low level of formal education. Their average land is 2.5 hectares, 1.6 hectares is located in the area of protected forest. Coffee is the main commodity, with production of 500 kg / ha / year. Average distance village to the garden in the protected forest is 2.6 km. Income people are depending on the price of coffee price. However, if price of coffe less Rp. 6000, they was under the poverty line. Currently, the management of forest protected areas by using the concept of forest communities, that can not optimize the function of protected forests.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : http://www.lppm.unpad.ac.id