Abstrak RSS

Fenomena Penghapusan Tindak Kekerasan

Fenomena Penghapusan Tindak Kekerasan
Anita Afriana
FH Unpad
Indonesia
Unpad
, ,

Kekerasaan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM, karenanya korban harus mendapat perlindungan dan perhatian yang serius dari negara dan atau masyarakat. Selama ini, perlindungan terhadap korban KDRT masih sangat kurang, meski setiap hari kita dapat menemui kasus – kasus KDRT. Korban KDRT umumnya berhadapan dengan berbagai persoalan, mulai dari kesulitan pembuktian, struktur hukum yang belum berperspektif gender, pandangan – pandangan agama, hingga budaya hukum yang menganggap bahwa mengungkap KDRT adalah aib. Korban juga umumnya merasa enggan melaporkan kasusnya ke polisi karena khawatir kasusnya tidak akan membawa penyelesaian, hanya membuang waktu saja, memikirkan masalah ekonomi keluarga, atau bahkan ada rasa takut jika pelaku akan dimasukkan ke penjara. Masyarakat sendiri juga selama ini terkesan tidak memberikan perlindungan kepada korban karena menganggap masalah rumah tangga orang lain dan tidak berhak untuk turut campur lebih jauh padahal secara hukum internasional tindak kekerasaan dalam rumah tangga terhadap wanita adalah masalah publik. Sejumlah harapan kini tertuju pada UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT yang disahkan sejak tanggal 14 September lalu. Sebagai payung hukum diharapkan undang – undang ini dapat memberikan perlindungan dan penegakan hak – hak wanita. Tetapi dibalik optimisisme itu, banyak faktor – faktor kendala lainnya yang tampaknya sulit untuk dapat merealisasikan undang – undang ini secara sempurna.

The harassment of women is a human right violation, therefore the sacrifices must get serious protection and attention from government and public. For a long time, the protection of many women experienced harassment in household is not accommodated. The sacrifices of women in household face many problems such as structure of law does not have gender perspective, difficult authentication, religion norm, and the sacrifices are unwilling to report the problem to police because the feeling of their problem does not reach the solution, spend times, influence family income and fear if the actor will get punishment. On other hand the government assumed that household is very absurd since the government consider it as domestic problems of human rights, but international regulation assume that women violence is a public problem and government has responsibility to solve the problem. Nowadays, we hope to direct to Constitution No. 23 year 2004. This regulations have been used since September 14, 2004. As a right equal status of women, the regulator hopefully will give protection and able to eliminate of non discrimination but so many factors to realize this perfect regulation.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : http://www.lppm.unpad.ac.id