Abstrak
Komunikasi Budaya Dalam Masyarakat Multietnik (Studi Fenomenologi Tentang Pengalaman, Perasaan Dan Pemikiran Orang Betawi Pelaku Seni Musik Gambang Kromong Di Jakarta)
Hanafi Murtani
Unpad
Indonesia
Unpad
Budaya, komunikasi, masyaraka, multietnik
Penelitian ini bertujuan menggambarkan tentang pengalaman, perasaan dan pemikiran dalam benak orang Betawi pelaku seni musik gambang kromong di Jakarta, sebagai gejala nomena yang mengiringi munculnya fenomena penampilan seni musik gambang kromong di Jakarta sebagai tampilan komunikasi Budaya dalam masyarakat multietnik. Penelitian ini menggunakan teori fenomenologi Alfred Schutz, dengan metode penelitian kualitatif. Teori Schutz sebagai pengembangan dari teori-teori fenomenologi sebelumnya, dianggap tepat digunakan dalam penelitian dengan metode kualitatif melalui pengamatan langsung. Pada saat peneliti berada dalam kancah bersama-sama dengan pelaku seni musik gambang kromong, dilakukan serangkaian pengamatan serta wawancara dengan orang yang dijadikan narasumber dan informan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa orang Betawi pelaku seni musik gambang kromong memperoleh pengalaman secara turun-temurun, dalam berbagai aktivitas seni dan media massa, dalam pergaulan multietnik dan ditunjang oleh pengalaman pendidikan formal. Perasaan dibentuk melalui aktivitas seni, bimbingan dan pembinaan dari berbagai pihak, sehingga mereka merasa hidupnya telah menyatu dengan aktivitas gambang kromong. Pemikiran mereka berkisar pada upaya memelihara dan mengembangkan kesenian, kreativitas dalam penampilan serta mengacu pada filosofi leluhur dalam melestarikan seni musik gambang kromong. Cikal bakal Orang Betawi sudah ada sejak jaman Neolitikum, mereka sudah mengenal kebudayaan walaupun belum memiliki nama sebagai komunitas budaya. Perjalanan hidup mereka diwarnai pergaulan multietnis dan perkawinan dengan etnis lain, sehingga terbentuklah kelompok masyarakat yang mempunyai corak kesamaan yaitu bahasa ibu. M Husni Thamrin mempersatukan mereka melalui perkumpulan ‘Kaoem Betawi’, sehingga melalui sensus penduduk mereka diakui memeiliki identitas sebagai masyarakat Betawi. Kekhasan pergaulan orang Betawi dalam masyarakat multietnis dan multibudaya adalah sifat egaliter dan anti formalise, seperti diperlihatkan oleh pelaku seni musik gambang kromong. Mereka bebas dan tidak terikat pakem budaya dalam mengolah pengalaman, perasaan dan pemikirannya untuk menampilkan seni musik gambang kromong. Kesemuanya ini merupakan gambaran tentang komunikasi budaya orang Betawi dalam masyarakata multietnis.
This study aims to describe the experiences, feelings and thoughts in the minds of the Betawi gambang kromong music performers in Jakarta, as noumena symptoms that accompany the emergence of the phenomenon of musical arts performances gambang kromong in Jakarta as a display of cultural communication in a multi-ethnic society. This study uses the theory of phenomenology of Alfred Schutz, a qualitative research method. Theory Schutz as the development of the previous phenomenological theories, deemed appropriate by the method used in qualitative research through direct observation. By the time the researchers are in a scene together with gambang kromong music performers, conducted a series of observations and interviews with people who become informants, sources andinformants. The results illustrated that the Betawi gambang kromong music performers gain experience from generation to generation, in various art activities and media, in a multiethnic society and supported by the experience of formal education. The feeling created through art activities, mentoring and coaching of various parties, so that they feel their lives have been fused with the gambang kromong activity. Their thinking revolves around the efforts to maintain and develop the arts, creativity in appearance and refers to the philosophy of ancestors in preserving art gambang kromong music. An embryo of the Betawians had existed since Neolithic times, they were familiar with the culture, although not having a name as a cultural community. Course of their life and marriage multiethnic society characterized by ethnic groups, and unter-etnic group marriage, forming patterns that have in common was their mother tongue. M Husni Thamrin united them through associations ‘Kaoem Betawi’, so that they were recognized by the census as the people having Betawian identity. The specificity of association of the Betawi people in multiethnic and multicultural society was egalitarian and anti formalise properties, as shown by the performers gambang kromong music. They were free and not bound cultural grip in processing experiences, feelings and thoughts to display art gambang kromong music. All of this was an image of the Betawi cultural communication in multiethnic societies.
Untuk keterangan lebih lanjut silahkan menghubungi http://cisral.unpad.ac.id