Abstrak
Tanah Timbul: Interaksi Masyarakat Dan Lingkungan (Studi Kasus: Penduduk Desa Jayamukti Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang)
Reni Supriyani
Unpad
Indonesia
Unpad
interaksi, lahan tanah timbul dan sejarah.
Pembentukan tanah timbul merupakan hasil dari proses erosi di hulu sungai, sehingga dapat mengakibatkan pengendapan sedimen di muara sungai atau di pesisir pantai, lambat laun endapan ini membentuk daratan baru/lahan baru. Pertambahan penduduk masyarakat pesisir mengakibatkan terjadinya permasalahan terhadap keterbatasan akan lahan. Ketersediaan lahan yang semakin terbatas mendorong masyarakat untuk mulai memanfaatkan tanah timbul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah terjadinya tanah timbul, pola interaksi yang terjadi antara masyarakat dengan tanah timbul, serta pemanfaatan tanah timbul. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode tersebut digunakan untuk menjelaskan bagaimana sejarah terbentuk dan pemanfaatan tanah timbul serta menjelaskan bagaimana interaksi yang terjadi antara masyarakat dengan tanah timbul. Sedangkan metode penelitian kuantitatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan tanah timbul dalam upaya pemanfaatan tanah timbul di Desa Jayamukti Kecamatan Blanakan. Waktu penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan dari bulan Agustus sampai dengan Maret 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejarah terjadi dan pemanfaatan tanah timbul di Desa Jayamukti adalah desebabkan oleh 2 faktor, alam dan faktor aktifitas manusia. Pemanfaatan tanah timbul di Desa Jayamukti berawal pada tahun 1947 yang dipelopori oleh Lawijan, tahun 1950 setelah zaman Jepang, pemanfaatan tanah timbul mulai berkembang, tahun 1960 hutan mangrove rusak akibat penggarapan tanah hutan untuk tambak terbuka, tahun 1970 pembuatan proyek Kali Malang, tahun 1972 PEMDA menggalakan program RAKGANTANG pada lahan tanah timbul, tahun 1978 hutan dan tanah timbul mulai dikelola Perum Perhutani, tahun 1979 Perhutani membuat pola tambak percontohan empang parit. Tahun 1985 perhutani melaksanakan pemungutan retribusi dalam mengelola tanah timbul akan tetapi kurang berjalan. Tahun 2000- 2012 masyarakat mulai membayar pemungutan retribusi dalam administrasi pengelolaan tanah timbul. Pola interaksi masyarakat Desa Jayamukti dengan tanah timbul dibagi menjadi 3, yaitu eksploitasi, konservasi dan pemanfaatan serta proteksi penjagaan tanpa memanfaatkan. Masyarakat melakukan eksploitasi terhadap tanah timbul dengan jumlah persentase 77,5% sedangkan yang melakukan konservasi dan pemanfaatan 22,5%, adapun yang melakukan proteksi tidak ada. Masyarakat Desa Jayamukti memanfaatkan lahan tanah timbul pada umumnya menjadi tambak ikan dan udang, tempat penggaraman serta jual beli lahan tanah timbul.
Shaped of “tanah timbul” was resulted from erosion proces in upper of river, so it can consequenced sediment settle in estuary of river or coastal area. Slowly this settle of sediment shaped new land. The human population increase can consequence about the problem at limited of the land. Willing of land increasingly limit made society for began used “tanah timbul”. This research is explain about history of “tanah timbul” in Jayamukti village, the model of interaction occurred between society with the environment, and then utilization tanah timbul. This study used qualitative and quantitative method. This method used to describe how about history of “tanah timbul”, how the interaction between society with the environment, and used to test the factors that influenced management system of “tanah timbul”. The research was carried out from August until March 2013. The results of study showed that the history occured and used “tanah timbul” in Jayamukti village caused by two factors, natural factor and human activity factor. “Tanah timbul” used in Jayamukti village began at 1947 by Lawijan, in 1950 after period of Japan “tanah timbul” used began growth, the year 1960 mangrove forest damaged cause of used land forest for pond, in 1970 make “Kali Malang”project, in 1972 PEMDA make program “RAKGANTANG” at “tanah timbul”. In 1978 the forest and “tanah timbul” began to carry out by Perum Perhutani, in 1979 Perum Perhutani made model of pond “tanah timbul” at 1985 Perhutani commit retribution paid, in 2000 until 2012 the society paid of retribution. The model of interaction society Jayamukti village with “tanah timbul” there are 3 models. The exploitation is 77,5% and the conservation is 22,5%, but the protection without used is 0%, the society of Jayamukti village used “tanah timbul” for the pond of fish and pond of shrimp, and then for the salt places and transaction trade of “land tanah timbul”.
Untuk keterangan lebih lanjut silahkan menghubungi http://cisral.unpad.ac.id