Abstrak
Kombinasi Deteksi Antibodi dan Deteksi Antigen Untuk Pengembangan Diagnosis Leptospirosis
Delsi Taurustiati
Unpad
Indonesia
Unpad
Leptospirosis, sensitivitas, spesifisitas
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi spirochete patogenik dari genus leptospira. Leptospirosis berat dapat menyebabkan kematian pada pasien. Angka kematian pada leptospirosis berat ini berkisar antara 10-15%. Oleh karena itu, kecepatan diagnosis leptospirosis sangat penting untuk mengurangi tingkat keparahan leptosirosis karena pengobatan untuk penyakit ini akan lebih efektif ketika terdeteksi lebih awal. Ada beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan untuk mendiagnosis penyakit leptospirosis diantaranya Microscopic Agglutination Test (MAT) sebagai gold standard, Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISA), dan Immunochromatographic Test (ICT), PCR, IHA, dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan diagnosis letospirosis melalui kombinasi antara deteksi antibodi dan deteksi DNA.Studi ini melibatkan 135 pasien suspek leptospirosis di San Lazaro Hospital (SLH) Filipina selama bulan Agustus 2012. Plasma EDTA dan urin dikumpulkan dari 135 pasien dan 30 orang sebagai kontrol. Antibodi pasien dan kontrol dites menggunakan MAT, ICT dan ELISA. Sedangkan Loop-mediated isothermal amplification (LAMP) and Real-time PCR (qPCR) digunakan untuk mengidentifikasi DNA leptospira. Ekstrasi DNA dilakukan dengan menggunakan the QIAGEN mini kit.Sebagian besar pasien adalah laki-laki (94.96%), sedangkan kontrolsebagian besar adalah wanita (70%). Diantara 113 dari 135 pasien suspek leptospirosis, 77 pasien (68.14%) positif dengan menggunakan MAT. 68 pasien (60.18%) positif dengan ICT dan 86 pasien (76.12%) positif dengan ELISA. Nilai kappa indeks ICT dan ELISA yang dibandingkan dengan Mat sebagai gold standar adalah 56% untuk ICT dan 59% untuk ELISA dengan p<0.001. Dengan MAT sebagai standar referensi, sensitifitas ICT adalah 79.22% (95% CI 68.46 -87.63) dan 80.56% (95% CI 63.98 -91.81) untuk spesifisitas ICT. Sedangkan ELISA, menunjukkan sensitifitaslebih tinggi dari ICT yaitu 87.01% (95% CI 77.41-93.59) namun spesifisitasnya lebih rendah dari ICT yaitu 72.22% (95% CI 43.46-76.86). Ketika sampel diuji dengan menggunakan LAMP dan qPCR untuk mendeteksi DNA leptospira, ditemukan 4 pasien positif leptospirosis. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kombinasi semua alat uji yang dipakai dalam penelitian ini dapat meningkatkan performa diagnosis leptospirosis pada manusia. Baik ICT maupun ELISA dapat digunakan untuk mendiagnosis leptospirosis pada fase dimana antibodi sudah mulai terbentuk. Sebaliknya, pada fase awal sebelum antibodi dibentuk, LAMP dapat digunakan sebagai salah satu alat uji yang potensial untuk mendeteksi DNA leptospira pada manusia. Namun demikian, ELISA, ICT dan LAMPbukan satu-satunya kriteria untuk mendiagnosis leptospirosis karena alat uji ini harus tetap dikonfirmasi dengan alat uji standar seperti MAT atau kultur untuk deteksi antibodi dan qPCR untuk deteksi DNA.