Abstrak
Hidup Itu Untuk Memanusiakan Manusia Lain
I.Tajudin (Tim Peneliti Sosial Budaya Subkorwil V)
Universitas Padjadjaran, Proceeding Ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi 2013, Penerbit Buku Jawa Pos Group, PT JePe Press Media Utama ISBN : 978-602-206-400-8
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Proceeding Ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi 2013, Penerbit Buku Jawa Pos Group, PT JePe Press Media Utama ISBN : 978-602-206-400-8
Bumi Minahasa, Sosial Budaya, Sulawesi Utara
Pengkhianat itu lebih berbahaya daripada musuh. Hal ini dipahami betul oleh para walak yang mendiami Bumi Minahasa: Sulawesi Utara sejak abad ke 17. Walak, kesatuan yang diyakini sebagai kelompok kekerabatan yang berpangkal pada seorang leluhur, menempati satu wilayah dan memiliki peraturan hidup yang sudah ditentukan leluhurnya (Ulaen, 2010). Pada 1679, kurang lebih ada 23 walak. Ada satu walak yang dijauhi dan dibenci walak lainnya karena berkomplot dengan Spanyol. Di bawah walak ada satuan pemukiman terkecil, wanua (banua, tumani, desa) yang mengacu kepada ruang kehidupan masyarakat yang terikat secara batin (Masinambow, 1995), yang kita kenal sebagai atau disebut kawanua. Peminpin wanua kerap disebut tu’a um banau, ukung tua dan akhirnya berubah menjadi hukum tua (kepala desa). Seluruh kata yang merujuk pada pemimpin wanua bermakna sama : pelindung. Dalam menjalankan kepemimpinan, hukum tua dibantu lukar (saat ini kepala lingkungan, setara dusun atau Rukun Warga-RW) dan meweteng, pembagi kerja pada masyarakat.