Abstrak
Maskulinitas Kulit Putih Dalam Burmese Days Dan Shooting An Elephant Karya George Orwell (The Masculinity of White Men in George Orwell’s Burmese Days and Shooting An Elephant)
Nenden Rikma Dewi, Aquarini Priyatna, Yati Aksa
Universitas Padjadjaran, Metasastra, Vol. 6 No. 2, Desember 2013: 103—114
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Metasastra, Vol. 6 No. 2, Desember 2013: 103—114
dan identitas, Identity, inferioritas, inferiority, masculinity, maskulinitas, superioritas, superiority
Orwell menjadikan pengalaman hidupnya sebagai bagian dari setiap karyanya dan menggunakannya untuk menyampaikan berbagai gagasannya. Melalui novel Burmese Days dan sebuah esai berjudul Shooting an Elephant yang keduanya saling berkaitan, Orwell mengemukan gagasannya mengenai wacana kolonialisme di wilayah koloni Inggris di Burma. Isu yang terkadang luput dalam pembacaan karya Orwell adalah isu gender. Oleh karena itu, kajian ini akan menganalisis bagaimana maskulinitas laki-laki kulit putih dipaparkan dan faktor-faktor pendorong atau penghalang maskulinitas tersebut. Agar dapat menganalisis isu tersebut, kajian ini menggunakan pendekatan yang ditawarkan Mosse, Bhabha dan Sinha mengenai maskulinitas dalam wacana poskolonial. Berdasarkan analisis yang dilakukan, kajian ini dapat menunjukkan bahwa maskulinitas laki-laki kulit putih koloni Inggris di wilayah Burma, khususnya Kyauktada disebabkan oleh konsep mereka mengenai isu superioritas dan inferioritas.
Orwell made his life experiences as a part of his works and used them to convey a variety of his ideas. Through his novel entitling Burmese Days and his essay called Shooting an Elephant, both of them were related to, Orwell wrote his ideas about discourse of colonialism in the British colony in Burma. A peculiar issue in Orwell’s work is the gender issue. Therefore, this study shows masculinity of white men, and the factors motivating or obstructing such masculinity. In order to analyze these issues, this study applies George Mosse’s (1996), Homi K. Bhabha’s (1995) and Mrinalini Sinha’s (1995) approach on masculinity in postcolonial discourse. Based on the analysis, this study is to provide the assumption that masculinity of white men in the British colony in Burma, particularly Kyauktada, was caused by their concept of superiority and inferiority.