Abstrak
Respon Petani Terhadap Penerapan Usahatani Jagung Hibrida (Zea Mays Spp.) Pola Tumpangsari (Studi Kasus Di Desa Sagalaherang Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)
Yuli Nurmayanti, Dini Rochdiani, Cecep Pardani
Universitas Padjadjaran, Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH Vol 3, No 1 (2016), p-ISSN: 2356-4903, e-ISSN : 2579-8359, DOI: https://dx.doi.org/10.25157/jimag.v3i2.230 , https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/agroinfogaluh/article/view/230/224
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH Vol 3, No 1 (2016), p-ISSN: 2356-4903, e-ISSN : 2579-8359, DOI: https://dx.doi.org/10.25157/jimag.v3i2.230 , https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/agroinfogaluh/article/view/230/224
respon petani, Tumpangsari, Usahatani Jagung Hibrida Bisi 2
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui: (1) Respon petani terhadap penerapan usahatani jagung hibrida Bisi 2 pola tumpangsari di Desa Sagalaherang Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis, dan (2) Berbagai kendala yang dihadapi petani dalam penerapan usahatani jagung hibrida Bisi 2 pola tumpangsari di Desa Sagalaherang. Jenis Penelitian yang digunakan adalah studi kasus di Desa Sagalaherang Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis. Sampel responden penelitian adalah 35 petani dari 139 petani jagung hibrida Bisi 2 di Desa Sagalaherang dengan menggunakan metode acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Tingkat respon petani terhadap penerapan usahatani jagung hibrida Bisi 2 pola tumpangsari di Desa Sagalaherang, secara umum sebagian besar petani responden termasuk ke dalam kategori tinggi dengan rata-rata skor 63,57. Untuk tingkat pengetahuan responden termasuk kategori tinggi dengan rata-rata skor 20,11, sikap responden termasuk dalam kategori tinggi dengan rata-rata skor 21,81, dan keterampilan termasuk dalam kategori tinggi dengan rata-rata skor 21,6. 2) Beberapa kendala yang dihadapi oleh petani dalam penerapan usahatani jagung hibrida Bisi 2 antara lain: (a) Kurangnya bantuan modal dari pemerintah, (b) Kurangnya pengetahuan petani tentang teknologi pertanian, (c) Kurangnya pengendalian hama dan penyakit, (d) Adanya perebutan unsur hara dan sinar matahari pada tanaman, (e) Sulitnya akses jalan dan trasportasi saat pengangkutan hasil panen, serta letak kebun yang jauh dari pemukiman.