Abstrak
Hak Politik Tni/Polri
Muradi
Unpad, Pikiran Rakyat 23/06/2010
Indonesia
Unpad, Pikiran Rakyat 23/06/2010
hak politik, Polri, TNI
Masalah hak politik TNI/Polri kembali diusik dan diangkat kepermukaan. Tak tanggung-tanggung, masalah tersebut diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal menarik dari pernyataan tersebut adalah disampaikan setelah Partai Demokrat (PD) menuntaskan Kongresnya dan mengumumkan kepengurusannya yang baru. Ada nuansa konsolidasi dan upaya merangkul keluarga besar TNI dan Polri untuk terlibat secara aktif dalam politik, sekurang-kurangnya menjadi simpatisan dari partai yang di binanya. Apalagi secara terbuka, PD melakukan rekrutmen besar-besaran untuk mempersiapkan diri bertarung pada Pemilu 2014. Tak tanggung-tanggung, kepengurusan baru tersebut merekrut dari kepala daerah, anggota KPU aktif, purnawirawan, akademisi hingga aktifis LSM yang dikenal bersuara kritis terhadap kebijakan pemerintah. Bisa jadi tidak ada korelasi secara langsung antara konsolidasi poltik PD dengan guliran terkait dengan hak politik TNI/Polri. Namun bila dicermati secara detail, maka hubungannya dapat dilihat sebagai upaya untuk tetap memosisikan keluarga besar TNI/Polri menjadi garda terdepan dalam menjaga soliditas PD. Hal ini tercermin dengan komposisi kepengurusan PD yang dipimpin oleh duet Anas-Ibas yang tetap menyisipkan purnawirawan TNI di antara kader-kader partai yang beragam latar belakang. Karena itu, pernyataan Yudhoyono tersebut mengundang pro dan kontra. Sebagian publik melihat bahwa hak politik TNI/Polri harus diberikan pada Pemilu 2014 yang akan datang. Dengan asumsi bahwa TNI dan Polri telah siap berdemokrasi. Sementara sebagian lain menganggap bahwa ada baiknya hak politik TNI/Polri tidak diberikan pada Pemilu 2014, dengan pertimbangan bahwa cengkraman pengaruh TNI dan juga Polri pada masyarakat, khususnya di daerah masih tetap kuat. Hal ini akan mempengaruhi obyektivitas apparatus keamanan dalam pesta demokrasi, baik dalam Pemilu nasional maupun Pemilukada.