Abstrak
Diagnosis dan Tata Laksana Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
Dedi Rachmadi
Unpad,Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Indonesia
Unpad,Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Diagnosis dan Tata Laksana, Resisten Steroid, Sindrom Nefrotik
<p>Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif (.40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin urin >2 atau dipstik .2+), hipoalbuminemia (.2,5 g/dL), edema dan atau hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik idiopatik merupakan bentuk terbanyak dari sindrom nefrotik pada anak yang tidak diketahui penyebabnya. Angka kejadian sindrom nefrotik idiopatik berkisar 1-3/100.000 anak <16 tahun.1 Di Indonesia diperkirakan 6 kasus per tahun dari setiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.2 Sebagian besar (80%) akan memberikan respon terhadap pengobatan kortikosteroid (SNSS), 20% tidak memberikan respon dan diklasifikasikan sebagai resisten steroid (SNRS).3,4 Lamanya pemberian prednison yang diperlukan untuk menentukan SNRS masih kontroversi. Definisi SNRS menurut ISKDC adalah bila tidak terjadi remisi setelah pemberian 8 minggu prednison 60 mg/m2/hari, atau 2 mg / kg / hari untuk 4 minggu diikuti oleh 40 mg/m2 atau 1,5 mg / kg pemberian alternatif selama 4 minggu.5 Pendapat lain menyebutkan SNRS bila penderita tidak mengalami remisi setelah diberikan terapi steroid awal (prednison/prednisolon) dalam waktu 4 minggu,1,64-6 minggu.7 Penentuan SNRS lebih awal didasarkan pertimbangan pada pemberian obat tambahan yang lebih agresif agar remisi cepat tercapai, sehingga dapat mengurangi toksisitas dari obat-obatan. Data dari ISKDC menunjukkan bahwa 95% anak-anak dengan SNSS mencapai remisi dalam 4 minggu pemberian prednison tiap hari dan semua pasien mengalami remisi setelah pemberian prednisone alternatif yang diperpanjang 3 minggu.5 Untuk pasien yang tidak mencapai remisi dalam 8 minggu terapi prednison, remisi masih mungkin terjadi dengan pemberian kortikosteroid yang diperpanjang. Remisi telah dibuktikan pada penelitian RCT dengan pemberian dosis rendah jangka panjang atau pada penelitian observasional setelah pemberian pulse dosis tinggi.8 Terjadinya remisi lambat setelah pemberian rejimen tersebut belum dapat dipahami.</p>