Abstrak RSS

Pidato Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perselisihan Kpk Dan Polri (Analisis Wacana Kritis Model Teun A. Van Dijk Tentang Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perselisihan Kpk Dan Polri)

Pidato Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perselisihan Kpk Dan Polri (Analisis Wacana Kritis Model Teun A. Van Dijk Tentang Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perselisihan Kpk Dan Polri)
Afif Fiqhi
Unpad
Indonesia
Unpad
, , , ,

Perselisihan yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan pidato resmi menyangkut polemik KPK-Polri. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis wacana teks pidato kebijakan Presiden SBY terkait perselisihan KPK dan Polri. Metode penelitian yang digunakan dalam metode kualitatif dengan pendekatan Kognisi Sosial yang dikembangkan oleh Teun A.Van Dijk yang melihat wacana bukan hanya dari struktur wacana, tetapi juga menyertakan bagaimana wacana itu diproduksi. Wacana oleh Van Dijk dibentuk oleh tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data pada analisis teks dan studi pustaka. Hasil penelitian ini adalah bahwa tema atau topik yang terkandung dalam teks pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyon pada hari Senin, tanggal 8 Oktber 2012 adalah mengenai perselisihan antara KPK dan Polri dan solusi pemecahannya, Struktur teks pidato kebijakan Presiden SBY terkait perselisihan KPK dan Polri ini diawali dengan “pembukaan” lalu dilanjutkan dengan “isi” dan diakhiri dengan “penutup”. Dalam tataran pemakaian kata, unsur yang tampak pada wacana pidato Presiden SBY terkait perselisihan antara KPK dan Polri adalah pemakaian kata-kata persona, pemakaian kata yang bernuansa ”keterbukaan”, dan pemakaian kata yang bernuansa ”reformasi”. Ketiga hal yang hampir menyebar ke semua wacana pidato Presiden SBY terkait perselisihan antara KPK dan Polri ini dipakai dengan maksud dan tujuan yang berbeda. Dalam pemakaian kalimat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengekspresikan dalam bentuk rangkaian kalimat. Dari segi maksudnya, kalimat-kalimat yang diekspresikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada yang berbentuk (a) kalimat ajakan, (b) kalimat seruan, (c) kalimat harapan, (d) kalimat janji, dan (e) kalimat pernyataan. Pemakaian berbagai jenis maksud kalimat ini disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan jenis isu atau tema yang dilontarkannya. Kognisi sosial teks pidato kebijakan Presiden SBY terkait perselisihan KPK dan Polri adalah bahwa Presiden lebih menekankan bahwa KPK dan Polri merupakan lembaga independen yang sebenarnya tidak dapat diintervensi oleh Presiden, karena KPK dan Polri dipilih oleh DPR. Konteks sosial teks pidato kebijakan Presiden SBY terkait perselisihan KPK dan Polri adalah dimana konflik terjadi berawal dari penangkapan Kepala Korlantas Polri, Irjen Djoko Susilo dalam kasus korupsi Simulator SIM oleh KPK. Selanjutnya, Polri melakukan penangkapan terhadap penyidik KPK yaitu Kompol Novel Baswedan yang diduga terkait tindak pidana dan melakukan penarikan terhadap 20 penyidik Polri di KPK. Adanya opini dari DPR dalam merevisi Undang-Undang KPK membuat suasana dalam pelemahan KPK semakin jelas. Masyarakat melakukan suatu dukungan baik melalui demonstrasi maupun melalui media massa dan media sosial dalam mendukung KPK dan menentang adanya upaya pelemahan terhadap KPK dan meminta presiden SBY untuk menyelesaikan konflik tersebut.

Disputes between Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) and Polisi Republik Indonesia (POLRI) led President Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) gives an official speech polemic regarding KPK and Polri. The purpose of this study is to analyze the policy speech text 0f President SBY related disputes KPK and Polri. Research methods used in qualitative methods with Social Cognition approach developed by Teun A.Van Dijk who viewed discourse not only of the structure of discourse, but also includes how the discourse is produced. Discourse by Van Dijk is formed by three-dimensional: text, social cognition, and social context. Source of data used are primary and secondary data sources with data collection techniques in text analysis and literature. Results of this study that the themes or topics contained in the text of the speech of President Susilo Bambang Yudhoyon on Monday, June 8 Oktber 2012 is the dispute between KPK and Polri and the solution, the text structure of the policy speech of President SBY related disputes KPK and Polri was preceded by “opening” then continued with “content” and ends with “closing”. The level of usage of the word, an element that appears in the discourse of the President’s speech-related disputes between KPK and Polri is the use of the words persona, nuanced use of the word “transparency”, and nuanced use of the word “reform”. The third thing that almost spread to all discourse of the President’s speech related disputes between KPK and Polri used with different aims and objectives. Use of sentences in President Susilo Bambang Yudhoyono expressed in the form of a series of sentences. In terms of meaning, the words that President Susilo Bambang Yudhoyono expressed there in the form of (a) the sentence solicitation, (b) the sentence appeal, (c) sentences expectations, (d) the sentence promise, and (e) sentence statement. Use of various types of sentences intent is tailored to the objectives and types of issues or themes are flung. Social cognition from policy speech text of president SBY related disputes between KPK and Polri is that the President emphasized that KPK and the Polri is an independent agency that actually no intervention by the President, Because KPK and Polri was selected by DPR. Social context of the policy speech of president SBY related disputes between KPK and Polri is where the conflict begins arrests Korlantas Police Chief, Irjen Djoko Susilo in SIM Simulator corruption cases by the KPK. Subsequently, Polri arresting the KPK investigator Kompol Novel Baswedan allegedly related crime and drew to 20 Polri investigators at the KPK. The existence of opinion from DPR to revise the Law of KPK made the atmosphere in the apparent weakening of KPK. Society did a good support through demonstrations or through the mass media and social media in support of the KPK and oppose the efforts of weakening to KPK and asked the President SBY to resolve the conflict.

Untuk keterangan lebih lanjut silahkan menghubungi http://cisral.unpad.ac.id