Abstrak
‘Dulur jeung Batur Salembur’ sebagasi Falsafah Profesi Turun Temurun
Dian Indira
Unpad, Seminar Internasional Reformasi dan Transformasi Kebudayaan Sunda Jatinangor 9-10 Februari 2011
Indonesia
Unpad, Seminar Internasional Reformasi dan Transformasi Kebudayaan Sunda Jatinangor 9-10 Februari 2011
Kebudayaan sunda
Dalam kehidupan masyarakat Sunda masalah profesi pekerjaan paling sering dijadika topik perbincangan sehari-hari, baik antarindividu atau antarkelompok, mulai dari cita-cita seorang anak, saat diterima bekerja, bidang-bidang kerja yang menjanjikan, maupun saat lamaran pernikaha. Prototipe masyarakat Sunda yang dikenal sebagai masyarakat yang kaya dengan kelakar, masalah profesi pekerjaan tersebut dijadikian folklor yang memperkaya khazanah budaya, orang Tasik sebagai tukang kiridit, orang Kuningan sebagai tukang bubur kacang hejo, orang Panjalu Ciamis sebagai tukang las, dan orang Banyuresmi Garut sebagai tukang cukur. Dalam perkembangan sejarah peradaban manusia, mata pencaharian sebagai salah satu unsur kebudayaan, dianggap sebagai hal penting yang dijadikan ukuran dan status sosial. Pada dasarnya masyarakat memiliki banyak alternatif untuk bermata pencaharian, antara lain bidang pertanian, perdagangan, pegawai pemerintahan atau swasta, namun di beberapa daerah di Jawa Barat profesi tertentulah yang paling dominan dan diturunkan secara turun temurun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap tukang cukur sebagai profesi masyarakat Banyuresmi Garut pada umumnya. Alasan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik mendorong para pionir untuk menggeluti profesi tersebut dan keberhasilan yang diraih para pionir mendorong sanak keluarga untuk berprofesi di bidang yang sama. Meskipun era globalisai banyak mengikis bidang pekerjaan manual, namun kenyataannya profesi tukang cukur mampu bertahan. Hal ini bukan semata-mata alasan profesi untuk tujuan agar hidup sejahtera, namun sistem kekerabatan di dalam masyarakat Sunda turut memperkokohnya, yaitu kelompok usia yang lebih tua berkewajiban membimbing dan mendidik yang muda, sebaliknya kelompok yang lebih muda menghormati kelompok usia yang lebih tua, selain itu rasa hormat diberikan kepada orang-orang yang berhasil dari sudut pandang kehidupan sosial. Sistem kekerabatan tidak hanya disebabkan hubungan darah atau perkawinan, namun ada kekerabatan lain yang dikenal dengan istilah kaluwarga/kaluwargi karena menetap di satu lokasi yang sama. Oleh karena itu, dapat difahami bila anggota keluarga ‘dulur’ atau ‘batur salembur’ dititipkan untuk dididik dan dibimbing oleh orang yang dianggap berhasil. Dalam proses memperoleh pengetahuan, predikat ‘dulur jeung batur salembur’ tidak berarti perolehan prioritas dan kemudahan untuk yang belajar, justru kegigihanlah yang diutamakan yang tercermina dari tahapan-tahapan yang harus dilalui sampai yang bersangkutan dapat dikatakan mahir dengan profesi tersebut.