Abstrak RSS

Kajian Tentang Perjanjian Build Operate And Transfer Pada Pemanfaatan Aset Wakaf Produktif Hak Guna Bangun (HGB) Dihubungkan Dengan Undang-undang No. 41. Tahun 2004 Tentang Wakaf*

Kajian Tentang Perjanjian Build Operate And Transfer Pada Pemanfaatan Aset Wakaf Produktif Hak Guna Bangun (HGB) Dihubungkan Dengan Undang-undang No. 41. Tahun 2004 Tentang Wakaf*
Nurjamil
Unpad
Indonesia
Unpad
, , , , ,

Perjanjian Build Operate and Transfer (BOT) merupakan perjanjian baru yang tidak dikenal sebelumnya di dalam hukum perjanjian Indonesia. BOT tidak diatur secara jelas di dalam Buku III KUHPerdata sehingga dapat dikatakan sebagi perjanjian tidak bernama. Di beberapa negara yang pengelolaan wakafnya sudah maju, seperti Singapura, Malaysia, Mesir, dan lain-lain, pengelolaan aset tanah wakaf produktif dilakukan dengan membangun infrastruktur yang bernilai ekonomi tinggi melalui perjanjian BOT. Di Indonesia aset tanah wakaf sangat berlimpah, maka dengan lahirnya Undang-undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, pengelolaan wakaf diarahkan kepada pengelolaan yang produktif. Hak atas tanah yang dapat diwakafkan tidak hanya tanah milik, tetapi dapat juga terhadap tanah hak guna usaha, hak guna bangun (HGB), hak Pakai, dan hak pengelolaan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Wakaf, HGB dapat diwakafkan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu. HGB yang diwakafkan sementara, dan dikelola oleh nazhir melalui perjanjian BOT dapat menimbulkan masalah hukum, terutama mengenai status perjanjian dan perlindungan hukum investor, khususnya ketika wakaf HGB itu berakhir lebih dulu daripada perjanjian BOT. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan melakukan kajian terhadap beberapa peraturan perundang-undangan, dan melakukan wawancara terhadap BWI, BPN dan MUI untuk mendapatkan keterangan secara nyata mengenai wakaf produktif. Dalam kasus ini, setelah dilakukan penelitian penulis menyimpulkan bahwa maka status perjanjian BOT tersebut dapat dianggap batal karena hilangnya kewenangan nazhir akan tetapi tetap dapat dilangsungkan dengan dilakukannya addendum yang mengatur bahwa nazhir sebagai pihak dalam perjanjian BOT kemudian digantikan dengan pihak pemegang hak atas tanah HGB dan hak nazhir yang berupa bagi hasil pengelolaan infrastruktur selama sisa waktu perjanjian serta kepemilikan infrastruktur setelah masa perjanjian BOT berakhir, menjadi milik pemegang hak atas tanah kecuali ditentukan lain dalam addendum. Sebagai bentuk perlindungan hukum bagi investor, investor tetap dapat mengelola infrastruktur berikut segala manfaat ekonominya sampai dengan waktu yang ditentukan. Apabila terjadi kerugian bagi investor dan kesalahan nazhir dapat dibuktikan, berdasarkan prinsip tanggungjawab berdasarkan atas kesalahan, maka investor dapat meminta ganti rugi, apabila tidak terbukti ada kesalahan, maka kerugian ditanggung investor sendiri.

Build Operate and Transfer (BOT) is a new kind of contract not be known before in the law of contract of Indonesia. BOT is not clearly regulated in the Third Book of KUHPerdata (Burgerlijk Wetbook) so that called as “perjanjian tidak bernama”. In many countries have had well wakqf management, such as Singapura, Malaysia, Mesir, etc, productive wakaf land management is realized by constructing such a high economic infrastructure by making the BOT agreement. Indonesia has a large number wakaf land so the enactment of The Law No. 41 The Year 2004 Regarding Wakaf, wakaf was directed to be productive wakaf. The rights of land that can be donated for wakaf is not only about Hak Milik but also Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangun (HGB), Hak Pakai and Hak Pengelolaan. According to the Goverment Regulation No. 42 Year 2006 Regarding Realization of The Law No. 41 The Year 2004 Regading Wakaf, HGB can be donated as a permanent wakaf or a contemporary wakaf. Even HGB donated as a contemporary wakaf, and managed by BOT contract, it will cause the law problem such as the status of the contract and the law protection of the investor, excactly when wakaf HGB is over first than BOT contract. The research is done by yuridis normatif approach, reverse to the the law regarding wakaf, the writer did the interview with the BWI, BPN, and MUI to find the real material related productive wakaf. After having done the research, the writer has finally find the result, that the status of BOT contract is break because nazhir has no having the mandat or is able to be continued by making an addendum regulated that nazhir as the party of BOT contract then substitued by the holder of the right of HGB. The right of nazhir in achieving the share from economic infrastucture management while the part of the term of BOT contract and the property of infrastructure after BOT contract will be changed to the holder of HGB, but differently determined on addendum. As the realization of law protection for the investor, investor is able to manage the infrastructure with the whole of it economic benefit until the definited time. Based on the responsibilty based on fault principle, If there is a financial loss for the investor and the fault of nazhir can be prooven, the investor has a right for compensations. If the fault can not be proven, the financial loss is carried on by the investor him self.

Download: .PDF