Abstrak
Faktor Protektif Dan Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Perempuan
Augustine Purnomowati
Universitas Padjadjaran, makalah dikutif Buku Penyakit Kardiovaskular Pada Perempuan Tantangan Abad ke 21 Lily I. Rilantono, Anna Ulfah Rahajoe
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, makalah dikutif Buku Penyakit Kardiovaskular Pada Perempuan Tantangan Abad ke 21 Lily I. Rilantono, Anna Ulfah Rahajoe
penyakit jantung koroner
Data penelitian mengenai faktor protektif dan faktor risiko penyakit Jantung koroner (PJK) di Indonesia masih sangat langka, sehingga tulisan ini hanya merujuk pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2007 dan 2013, dan lebih banyak menggunakan data riset luar negeri. Di negara maiu, PJK merupakan penyebab kematian utama pada perempuan post menopause, dibandingkan stroke, kanker payudara, kanker paru dan penyakit paru obstruktif. Angka kematian PJK menurun sebesar 4.4% dari tahun 2000 sampai dengan 2002 baik pada laki-laki maupun perempuan. Sebesar 47% penurunan angka kematian disebabkan oleh terapi dini sindrom koroner akut, terapi gagal jantung, revaskularisasi angina kronis, tindakan preventif sekunder, dan hampir 44% karena penurunan faktor risiko (hipertensi, hiperkolesterol, smoking dan kurang aktifitas fisik). Pada perempuan umur muda (umur 35-44 tahun) angka kematian PJK Justru meningkat sebesar 1,3% per tahun dari tahun 1997 sampai dengan 2002. Perbedaan angka kematian ini disebabkan oleh perbedaan progresifitas atau tampilan klinis PJK sehingga luput dari diagnosa dan terapi, perbedaan respon terapi dan luaran (outcome). Data Riskesdas memperlihatkan adanya pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, dan penyakit jantung Iskemik merupakan salah satu penyebab terbanyak kesakitan dan kematian di Indonesia. Data Riskesdas tahun 2013 dibandingkan tahun 2007, memperlihatkan peningkatan faktor risiko PJK. Prevalensi diabetes mellitus, hipertensi, dislIpidemia, dan obasitas cenderung meningkat. Kebiasaan hidup sedentari terdapat pada hampir separuh penduduk, terutama yang hidup di kota kota besar. Disamping hanya sedikit penduduk mengonsumsi makanan tinggi serat, buah dan sayuran. Keadaan ini sangat memprihatinkan, mengingat sebagian besar faktor risiko tersebut dapat dikendalikan atau dimodfikasi