Abstrak
Penggunaan Beta Blocker pada Hipertensi dengan Komorbid
Augustine Purnomowati
Universitas Padjadjaran, PKB-IPD XIII 2014 25-27 April 2014 Hotel Horison Bandung
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, PKB-IPD XIII 2014 25-27 April 2014 Hotel Horison Bandung
Beta Blocker, hipertensi, Komorbid
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko aterosklerosis yang dapat di modifikasi. Angka kejadian hipertensi di Indonesia menurut data Riskesdas 2013 adalah 26,5%. Data di Amerika Serikat memperlihatkan hampir sepertiga dari sekitar 50 juta penduduk menderita hipertensi dan hanya seperempat mendapat terapi yang efektif. Data tahun 1999-2000 dari the National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan sebesar 28,7% dari 5448 subjek, menderita hipertensi atau dalam terapi obat antihipertensi. Angka ini lebih tinggi 3,7% dari survei serupa yang dilakukan tahun 1988-1991. Secara keseluruhan, survei tahun 1999-2000 menunjukkan mereka yang menyadari menderita hipertensi hanya 68,9%, dan 58,4% di terapi (meningkat 6% dari survei 1988-1991), namun hanya 31% yang terkendali (meningkat 6,4% dari survei 1988-1991). Angka kejadian cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur, hampir 65% terjadi setelah umur 60 tahun. Hipertensi pada perempuan dewasa muda jarang terjadi dibandingkan laki-laki, setelah umur 50 tahun meningkat dengan cepat, dan angka kejadian hipertensi pada perempuan umur > 60 tahun lebih tinggi daripada laki-laki. Kondisi atau penyakit penyerta (komorbid) sering dijumpai pada penderita hipertensi. Penggunaan obat-obat penyekat beta atau beta blockers (BB) sangat bermanfaat bagi penderita hipertensi dengan komorbid tertentu. Obat BB yang dipilih, sebaiknya yang lebih kardioselektif, dengan hanya sedikit atau tidak mempengaruhi metabolisme lemak dan karbohidrat, serta sedikit efek samping (kecuali bradikardia).