Abstrak
Dampak Industrialisasi Terhadap Layanan Sumber Daya Air Tanah Dangkal (Studi Kasus Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung)
Asep Priyatna Darma
Universitas Padjadjaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran
air tanah dangkal, industrialisasi, industrialization, persedian dan kebutuhan, shallow groundwater, supply and demand
Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentral industri textil terbanyak dalam hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan sumberdaya air tanah dan terjadinya alih fungsi lahan mengakibatkan perubahan kelestarian alam pada vegetasi tutupan lahan dan kuantitas airtanah dangkal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak industrialisasi terhadap layanan sumberdaya air tanah dangkal. Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Ketersedian air yang di hitung merupakan volume air dari pendugaan curah hujan (mm/tahun) yang meresap menjadi air tanah dangkal (m3/tahun) dengan mengggunakan rumus Thornthwaite dan Mather serta metode Ffolliot (1957). Kebutuhan air industri diasumsikan sebagai pengambilan air tanah dangkal dengan melihat jumlah industri dan jumlah karyawan. Kebutuhan air domestik diasumsikan sebagai jumlah kebutuhan air dari jumlah penduduk yang tidak terlayani PDAM menggunakan standar kebutuhan air (liter/orang/hari) menggunakan standars SNI 2002 dan kebutuhan air vegetasi (liter/detik/m2) menggunakan hasil olahan data spasial peta tata guna lahan 2005 dan 2014 dari data citra satelit quickbird (Google Earth Pro) skala 1:25.000. Hasil penelitian menunjukan bahwa tahun 2005 persediaan air tanah dangkal sebesar 20.959.832 m3/tahun dengan kebutuhan air industri, domestik, dan vegetasi memiliki total kebutuhan air sebesar 405.508.633m3/tahun dengan status neraca air mengalami defisit sebesar -384.548.801m3/tahun. Sedangkan tahun 2014 persedian air tanah dangkal 15.526.185m3/tahun dengan kebutuhan air industri, domestik, dan vegetasi memiliki total kebutuhan air sebesar 720.934.049m3/tahun dengan status neraca air mengalami defisit sebesar -705.407.863m3/tahun. Dengan kondisi airtanah dangkal mengalami defisit cukup tinggi strategi pengelolaan dengan menggunaka analisis S.W.O.T adalah dengan memperhatikan aspek lingkungan terutama area resapan air tanah dangkal dan pengontrolan pengguna air tanah pada industri dengan dikenakan sangsi berat bila pengambilan melebihi (SOP) surat operasi pengambilan air tanah yang telah di tetapkan.
Majalaya District of Bandung Regency – West Java Province is in crisis of shallow groundwater resource because the consumption of shallow groundwater increases significantly since the emerging of textile industries and the decreasing of catchment area. Combining the quantitative and qualitative methods and using water balance analysis and S.W.O.T as analytical tools, the study is an attempt to determine to what extend the impact of industrialization on the availability of shallow groundwater resource and how it can cover the needs of shallow groundwater resource services. There are three main assumptions in this research : first, the availability of shallow groundwater (m3/year) in this study is volume of water estimated from rainfall (mm/year) seeping into the ground and calculated by using Thornthwaite and Mather’s formula and Ffolliot method (1957). Second, the industrial water needs is assumed as shallow groundwater used to fullfil the number of industries and the number of employees. Third, the domestic water needs is assumed as total amount of water from total population unserved by National Water Company (PDAM) counted by using the ISO 2002’s standard of water requirement (liters/person/day) and vegetation water requirements (liters/sec/m2). For counting the vegetation, it is supported by spatial data result derived from 2005’s map of land use and 2014’s quickbird satellite image data (Google Earth Pro) scale 1:25,000. The result shows that in 2005, the supply of shallow groundwater was 20,959,832 m3/year, while the demand of water for industry, domestic, and vegetation reached 405.508.633m3/year. At that time, the status of water balance deficit was -384.548.801m3/year. Jumping to 2014, the supply of shallow groundwater decreased to 15,526,185 m3/year, whereas the water needs for industry, domestic, and vegetation was assumed stable at 720.934.049m3/year. And, the status of the water balance deficit of -705.407.863m3/year. Looking at these results and considering the SWOT analysis, the deficit of shallow groundwater must be managed by mainstreaming environmental aspects in shallow groundwater using such as keeping the catchment areas, recounting the crisis zones, and controlling the consumption of industrial sector.