Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaran

Abstrak

Pioderma Gangrenosum Yang Diterapi Dengan Sulfasalazin Dan Kompres Larutan Siklosporin

Latar belakang: Pioderma gangrenostan (PG) rnerupakan suatu penyakit inflamasi kronik residif yang jarang ditemukan. dengan etiologi belum diketahui. ditandai dengan ulserasi kulit yang terasa nyeri dan secara histopatologis didapatkan adanyo infiltrasi netrofil pada lapisan dermis. Secara umum tidak ada terapi yang efektif untuk semua kasus PG, sehingga pengobatan hanya berdasarkan data empiris. Kasus: Dilaporkan satu kasus PG pada seorang wanita berusia 17 tahun. Diagnosis ditegakkan berdssarkan gambaran klinis berupa ulkus dangkal dengan tepi tidak beraturan,dan berwarna ungu kemerahan yang terasa nyeri, disertai riwayat pathergv. Hasil pemeriksaan histopatologis mendukung diagnosis PG. Pasien mendapatkan terapi sulfasalazin dengan dosis 4×500 mg/hari dan kompres larutan siklosporin dengan konsentrasi 0.1%. Pada hari ke 35 pernberian sulfasalazin dihentikan karena terdapat efek samping berupa nyeri kepala. sehingga pasien hanya mendapatkan terapi topikal saja. Kelainan kulit mengalami perbaikan pada hari ke-70. setelah terapi. Diskusi: Penggunaan siklosporin topical dapat mengurangi risiko efek samping sistemik Kompres larutan siklasporin dilaporkan efektif pada PG dan dapat digunakan sebagai alternative baru terapi pada PG. Sulfasalazin dapat digunakan pada pasien PG karena sifatnya sebagai anninflamasi dan imunosupresan.

Background: Pyoderma gangrenosum (PG) is a rare chronic reccurent inflammatory disease of unknown etiology characterised by painful skin ulcerations and histopathologically by nelitrophilic infilration of the dermis. Generally. there is no effective therapy for all cases of PG. so the treatment is based on empirical data only. Case: A case of PG in a 17-year-old woman was reported. Diagnosis was established based on clinical features of painful ulcers wish Irregular and violaceous border There was a history of pathergy phenomenon. The histopathological examination support the diagnosis of PG. The patient was given a daily dose of 4×500 mg sulfasalazine and 0.1% concentrated cyclosporine solution wet dressing. On the 35 day of treatment, the sulfasalazine was stopped because there was headache as side effect of the treatment therefore the patient was given only topical treatment. The skin lesion was improved on the 70 th day of treatment. Discussion: The use of topical cyclosporine may reduce the risk of systemic side effects. Cyclosporine solution wet dressing reported so be effective in PG and can be used as a new alternative therapy in PG. Sulfasalazine may be used in patients with PG because of the anti-inflammatory and immunosuppressant