Abstrak
Konstruksi Makna Informasi Risiko Penyakit Bagi Penyandang Filariasis Di Kab.Bandung
Purwanti Hadisiwi
Universitas Padjadjaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran
construction of meaning, informasi risiko, komunikasi risiko, Konstruksi Makna, penyandang filarisis, risk communication, riskinformation., the physically filarisis
Penyandang flariasis yang mengalami cacat menetap pada kaki, lengan, buah dada atau alat kelamin dan mengalami peradangan yang rutin sepanjang hidupnya memerlukan informasi mengenai diagnosis dan prognosis penyakit dari sumber-sumber informasi yang kompeten. Informasi mengenai filariasis adalah bagian dari komunikasi risiko kesehatan yang dapat berdampak negatif jika tidak dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi risiko yaitu, interaktif, melibatkan pihak-pihak lain yang kredibel, akurat, jujur, dengan penjelasan yang ilmiah. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis ini bertujuan untuk mengetahui makna informasi filariasis dari berbagai sumber, yang dikonstruksi oleh penyandang filariasis di Kabupaten Bandung. Melalui informan penelitian yang berjumlah sepuluh penyandang filariasis yang ditentukan secara purposive, terungkap bahwa informasi yang disampaikan langsung oleh dokter di Puskesmas dengan data dan gambar yang jelas, dimaknai dengan terpercaya, sedangkan informasi yang searah, penyebutan nama penyakit yang tidak akurat tidak menyebutkan nama penyakit, dimaknai sebagai membingungkan. Pernyataan dokter mengenai perlunya tindakan operasi atau amputasi dimaknai sebagai menakut-nakuti. Sedangkan televisi yang ternyata tidak menjadi media terpercaya kecuali didukung oleh informasi yang sama melalui surat kabar, dianggap menakut-nakuti, tidak penting, dan tidak berpengaruh karena cara penyampaian informasi audio visual yang berlebihan. Demikian pula dengan media poster yang dimaknai menakut-nakuti karena pemilihan kata dan gambar yang kurang pantas.
Persons with filariasis who had disabilities in their leg, arm, breast or genital, and inflammation which were occurred continuously throughout his life required information on the diagnosis and prognosis of filariasis from competent sources of information. Information about filariasis was part of health risk communication which might result in negative impact if not managed in accordance with the principles of risk communication; interactive, involving other credible parties, accurate, honest, with a scientific explanation. The study used qualitative method with phenomenological approach aimed to determine the meaning of filariasis information from various sources, which were constructed by persons with filariasis in Bandung Regency. Involving 10 persons with filariasis whom were selected purposively, the study revealed that the information conveyed directly by a doctor at the health center with data and pictures, was perceived as trusted, whereas one way communication, mentioning inaccurately the name of disease, or even did not name the disease, were perceived as confusing. Doctor’s suggestion about the need for surgery or amputation was interpreted as a frightening. Television had not become trusted media unless supported by information through newspapers, and was considered as frightening, not important, and has no effect because of the way television exaggerate the information. Similarly, the use of poster was perceived as scary due to the selection of words and images that were not appropriate.