Abstrak
Ringkasan Intervensi Ahli Indonesia Second Intersessional Working Group On Traditional Knowledge Intergovernmental Committee On Intellectual Property And Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore Jenewa, 21-25 Februari 2011
Miranda Risang Ayu Palar, S.H., LL.M., Ph.D.
Universitas Padjadjaran, disampaikan dalam Focused Group Discussion mengenai Laporan Hasil-Hasil Intersessional Working Group (1WG) II & Ill for Inter Governmental Committee of Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (1GC of 1P-GRTKF) yang diadakan oleh Direktorat Perjanjian Internasional Bidang Ekonomi, Sosiat, Budaya, Kementrian Luar Negeri, Bogor, 25-27 Maret 2011.
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, disampaikan dalam Focused Group Discussion mengenai Laporan Hasil-Hasil Intersessional Working Group (1WG) II & Ill for Inter Governmental Committee of Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (1GC of 1P-GRTKF) yang diadakan oleh Direktorat Perjanjian Internasional Bidang Ekonomi, Sosiat, Budaya, Kementrian Luar Negeri, Bogor, 25-27 Maret 2011.
Traditional Knowledge
Hari pertama ditandai dengan pemilihan Ketua Sidang dari Australia, kemudian diisi dengan tanggapan umum terhadap pasal demi pasal Teks iWG II, untuk dibawa dalam diskusi intensif kelompok-kelompok informal pada Hari Ketiga. Intervensi Ke-1 : Dalam Kelompok Kerja informal pasal demi pasal nanti, definisi TK yang dipakai sebaiknya adalah definisi luas, sesuai dengan intervensi ahli Afrika Selatan. Secara detail, menurut ahli Indonesia, definisi ini mencakup: Pertanyaannya kemudian, haruskan TK dalam arti sempit juga didefinisikan?, Hal terpenting untuk merumuskan ruang lingkup TK adalah keharusan untuk menentukan ‘kaftan’ (‘establish the link’) antara TK dengan komunitas sumber (source community). Dalam HKI Konvensional, pentingnya ‘kaftan’ ini sama dengan pentingnya `kaitan’ antara Indikasi Geografis dengan daerah sumber atau asal geografis produk. Dalam konteks ini, kemungkinan perlindungan TK yang melintasi yurisdiksi lokal dan bahkan nasional harus tetap dimungkinkan sepanjang ‘kaitan’ dengan komunitas asal masih dapat ditetapkan secara jelas.