Abstrak
Aktinomikosis di tonsil lingualis dan supraglotis sebagai manifestasi klinis pertama pada pasien imunokompromais
Raden Isma Nurul A’ini, Sinta Sari Ratunanda, Wiyana, Agung Dinasti Permana, Sally Mahdiani
Universitas Padjadjaran, ORLI Vol. 47 No. 1 Tahun 2017
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, ORLI Vol. 47 No. 1 Tahun 2017
Actinomycosis, Aktinomikosis, defisiensi imun, disfagia, faktor risiko, human immunodeficiency virus, immunocompromised, risk factor
Latar belakang: Aktinomikosis merupakan infeksi bakteri kronis yang jarang ditemukan (1:300.000 orang per tahun). Berbagai faktor risiko dapat mengakibatkan infeksi tersebut, sehingga pengobatan perlu dilakukan berdasarkan etiologi dan faktor risiko. Tujuan: Melaporkan dan menganalisis kasus yang jarang, yaitu aktinomikosis di hipofaring dan laring pada penderita dengan HIV-positive, yang menutupi dua-pertiga inlet laring dan sfingter esofagus atas. Kasus: Laki-laki berusia 21 tahun datang dengan keluhan sulit menelan dan rasa mengganjal di tenggorok sejak 2 bulan. Pada pemeriksaan rinolaringoskopi didapatkan massa berbenjol pada tonsil lingualis dan supraglotis. Hasil biopsi menunjukkan peradangan kronis karena Actinomyces sp. Metode: Pencarian literatur dilakukan melalui Pubmed, Proquest, Clinical Key, dan Google Scholar, dengan tidak membatasi tahun pencarian jurnal. Berdasarkan kriteria inklusi daneksklusi, didapatkan tiga artikel yang telah dilakukan critical appraisal. Hasil: Tidak ditemukan publikasi mengenai kasus aktinomikosis servikofasial pada pasien dengan human immunodeficiency virus (HIV) positif. Tiga artikel yang ditemukan menunjukkan bahwa aktinomikosis dapat timbul pada pasien yang imunokompromais dalam jangka waktu lama. Pada tiga artikel yang dianalisis, manajemen aktinomikosis dapat dilakukan dan memberikan hasil yang baik karena telah diketahui faktor risiko sebelumnya. Namun pada kasus ini, infeksi HIV (+) sebagai faktor risiko baru ditemukan setelah manajemen aktinomikosis, dengan tindakan pembedahan dan medikamentosa sehingga memengaruhi outcome dari manajemen pasien tersebut. Kesimpulan: Analisis faktor risiko pada aktinomikosis, seperti keadaan defisiensi imun akibat infeksi HIV, perlu diinvestigasi secara mendalam sehingga dapat memperbaiki outcome manajemen pasien.
Background: Actinomycosis is a rare chronic bacterial infection that could be found in humans (incidence rate is 1 per 300,000 per year). There are various risk factors which can promote infection, and the treatment should be based on etiology and risk factors. Purpose: To present and analyse a case of HIV-positive 21-year-old man with cervicofacial actinomycosis in hypopharynx and larynx, closing two-third of laryngeal inlet and upper esophageal sphincter. Case: A 21-years old man came with chief complain of swallowing difficulty and blocking sensation in the throat. Rhinolaryngoscopy revealed cauliflower-like masses on lingual tonsil and supraglottic. Biopsy result showed chronic inflammation due to Actinomyces sp. Method: Search of literatures was conducted on Pubmed, Proquest, Clinical Key, and Google Scholar without limiting years of journals. Based on the inclusion and exclusion criteria, three articles were obtained as full texts and considered useful for the authors to be analysed. Result: Authors did not find any case reports and other papers discussing cervicofacial actinomycosis with HIV-positive in national and international journals. Three articles revealed that infection due to Actimomyces sp. was related with long-term immunosuppressed conditions. In these articles, actinomycosis managements showed good response since their risk factors were known. However in our case, HIV as a predisposing factor was discovered postoperatively, and after pharmacological treatment of actinomycosis had been administerred, affecting outcome and next management of this patient. Conclusion: In-depth analysis of actinomycosis predisposing factors, HIV infection should be included in order to improve the patient management outcome.