Abstrak
Akuaponik Budidaya Terintegrasi Ikan Dan Tanaman
Yayat Dhahiyat, Zahidah, Yuli Andriani
Universitas Padjadjaran, Unpad Press; 2017, ISBN 978-602-439-185-0
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Unpad Press; 2017, ISBN 978-602-439-185-0
akuaponik
Kegiatan pertanian dan peternakan bukanlah hal yang baru dalam tatanan kehidupan masyarakat dunia. Setelah berakhirnya era berburu dalam peradaban, manusia mulai melakukan kegiatan bercocok tanam dan memelihara ternak untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, salah satunya dilakukan dengan teknologi akuaponik. Konsep pemanfaatan feses ikan yang diintegrasikan sebagai pupuk untuk tanaman telah ada ribuan tahun yang lalu, dimana hal ini mulai berkembang di peradaban awal di Asia dan Amerika Selatan. Sejarah mencatat bahwa sistem ini telah dikembangkan sejak zaman Aztec yang dinamakan Chinampas. Saat itu berkembang akuaponik sederhana dengan cara menumbuhkan tanaman di atas pulau buatan di danau dangkal dan material organik dan limbah perkotaan dijadikan media tanam. Selanjutnya akuaponik mulai berkembang beberapa negara dengan model dan pendekatan yang disesuaikan dengan tujuan dan sumberdaya yang ada di masing-masing wilayah atau negara. Model-model tersebut antara lain North Carolina University System, Spareneo System, Freshwater Institute System, Cabbage Hill System, Miscellaneous System dan beberapa sistem lainnya. Model-model sistem akuaponik yang telah dikembangkan di luar negeri pada umumnya dikembangkan secara massal di suatu lahan atau rumah kaca dalam suatu kegiatan bisnis budidaya tanaman (khususnya sayuran) dan ikan skala ekonomi. Tercatat beberapa negara yang telah menggunakan system akuaponik, seperti Thailand, Malaysia,China Selatan, Amerika Serikat, Kanada dan Australia. Negara-negara ini mempopularkan sistem Akuaponik dalam skala besar dan juga skala kecil dengan berbagai variasi jenis hewan akuatik dan tanaman yang sesuai dengan system ini.