Abstrak RSS

Penerapan Reforma Agraria Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat Tertinggal Di Desa Napan Kecamatan Bikomi Utara Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur

Penerapan Reforma Agraria Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat Tertinggal Di Desa Napan Kecamatan Bikomi Utara Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur
Ketua : Dr. Nia Kurniati, S.H.,M.H., Anggota : Dr. Reginawanti Hindersah, Betty Rubiati, Insi Farisa Desy Arya, dr., M.Si
Universitas Padjadjaran, Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Program Hibah Desentralisasi Tahun Anggaran 2013 Tahun Ke 1 Dari Rencana 2 Tahun, Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran November 2013
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Program Hibah Desentralisasi Tahun Anggaran 2013 Tahun Ke 1 Dari Rencana 2 Tahun, Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran November 2013

Kondisi sosial ekonomi warga masyarakat tertinggal di kawasan perbatasan negara masih tertinggal daripada masyarakat lainnya di Indonesia, termasuk dalam ketersediaan pangan. Kondisi sosial ekonomi –ketahanan pangan dan kemiskinan mempunyai keterkaitan yang erat di antara satu dengan yang lainnya. Ketahanan pangan yang rentan disinyalir berpotensi menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya karena kemiskinan maka masyarakat tidak memiliki ketahanan pangan. Sementara itu, peningkatan ketahanan pangan tidak dapat dipecahkan dengan hanya memperbaiki sistem produksi, atau distribusi pangan semata, melainkan dapat diupayakan melalui penerapan konsep/program reforma agraria. Dalam hal ini, terdapat konsep/.program pembangunan tentang pembaruan agraria/reforma agraria, yang dituangkan dalam Tap MPR-RI Nomor IX/MPR/2001, yang ternyata mensejajarkan aset tanah dengan sumber daya alam lain. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui, dan mendeskripsikan penerapan Reforma Agraria Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat Tertinggal Di Desa Napan; serta merekomendasikan solusi mengatasi kendala dalam Penerapan Reforma Agraria Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat Tertinggal Di Desa Napan. Sasaran kebijakan politik agraria yaitu “menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif, serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi. Dengan ketetapan MPR tersebut, selain menyempurnakan sistem hukum dan produk hukum pertanahan melalui inventarisasi dan penyempurnaan peraturan perundangundangan pertanahan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat, serta peningkatan upaya penyelesaian sengketa pertanahan baik melalui kewenangan administrasi, peradilan, maupun alternative dispute resolution; juga memadukan komponen-komponen kegiatan yang bersifat multisektoral, dengan mengadakan koordinasi intensif dan kontributif dari segenap komponen yang terkait dalam kegiatan ini sebagai suatu keharusan. Dengan ini politik agraria yang dikehendaki melalui reforma agraria adalah selain menata ulang struktur kepemilikan dan penguasaan serta pemanfaatan tanah bagi kaum petani melalui program landreform, juga dilakukan pengelolaan dan pengusahaannya secara cermat dan tepat baik dalam konteks penyediaan dukungan-dukungan teknis dan manajerial maupun dalam pembinaan lanjutan lainnya serta ketentuan-ketentuan hukumnya, ini dikenal dengan sebutan access reform. Dengan demikian, pada access reform ini merupakan rangkaian aktivitas yang saling terkait dan berkesinambungan yang meliputi a) penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, b) pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, c) dukungan permodalan, dan d) dukungan distribusi pemasaran serta dukungan lainnya. Implementasi reforma agraria di Desa Napan sebagai lokasi penelitian ini, memerlukan kelembagaan yang tangguh dalam menyelenggarakan fungsi perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan-kegiatan reforma agraria. Masyarakat di desa Napan, di Kecamatan Bikomi Utara Kabupaten Timor Tengah Utara NTT, berbatasan dengan Timor Leste memiliki kearifan lokal untuk pemenuhan pangannya. Warga masyarakat menanam tanaman pangan lokal sumber karbohidrat dan protein yang diakui cukup untuk konsumsi sehari-hari dan kadang-kadang berlebih untuk dijual. Pola pemenuhan pangan lokal ini mulai terancam oleh peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas sosial yang memerlukan lahan; serta masuknya produk makanan industri dengan nilai gizi rendah. Ancaman ini menjadi lebih nyata karena banyak lahan yang tidak cocok ditanami tanaman pangan. Sebagai antisipasi terhadap penurunan ketahanan pangan, maka reforma agraria yang menekankan aset dan akses reforma perlu diterapkan. Hasil penelitian di desa Napan dapat di deskripsikan bahwa penerapan reforma agraria dipandang dari 2 (dua) sisi yaitu dalam sudut pandang aset reform dan access reform. Dalam sudut pandang aset reform, penguasaan dan pemilikan tanah oleh masyarakat petani telah memenuhi luasan ideal tertentu, yaitu rata-rata petani memiliki tanah 10 – 100 are. Pada sebagian besar warga masyarakat petani terdapat keinginan untuk memiliki tanda bukti hak, atas tanah yang dikuasai/dimilikinya. Oleh karena sebagian besar dari warga masyarakat telah menempati lahan-lahan mereka dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun. Akan tetapi oleh karena kepemilikan tanah oleh warga masyarakat berada dalam status “tanah tidak/belum terdaftar, atau belum ditandai dengan bukti kepemilikan secara tertulis, maka belun ada kepastian hukumnya atas data yuridis ataupun data teknisnya, sehingga belum ada kejelasan mengenai batas-batas kepemilikan tanah antara warga yang saling berhimpitan. Batas mana hanya sekedar ditunjukkan dengan tanaman yang lebih atau menggunakan patok-patok kayu. Akibat dari padanya kondisi ini sangat rentan untuk terjadinya sengketa. Meskipun demikian, tiap kali terjadi sengketa antar warga yang bersangkutan yang berpangkal pada soal tanah, dapat diatasi secara musyawarah di bawah koordinasi tetua adat. Dalam sudut pandang access reform dapat digambarkan keadaannya, bahwa warga masyarakat tertinggal di desa Napan belum “terjamah” sentuhan access reform. Dukungan access reform sangat minim, a) penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, b) pembinaan dan bimbingan teknis kepada masyarakat petani pada umumnya, c) dukungan permodalan, dan d) dukungan distribusi pemasaran serta dukungan lainnya. Meskipun demikian warga masyarakat telah mampu memenuhi kebutuhan nya akan pangan melalui pola penanaman berganda, yaitu dalam hamparan lahan ditanami beragam tanaman, dimana hasilnya bisa diambil secara bergantian. Dalam kurun waktu 1 tahun bisa menanam beragam tanaman, sehingga dalam kurun waktu 1 tahun kebutuhan akan pangan dapat terpenuhi. Adapun tanaman-tanaman yang ditanam adalah a) padi yang dalam waktu 3 bulanan dapat dipanen, b) jagung (dipanen dalam waktu 3 bulanan, c) ubu kayu dapat dipanen dalam waktu 3 s/d 8 bulan, d) kacang-kacangan yang merupakan tanaman tahunan. Dalam estimasi waktu selama 12 (duabelas) bulan secara berkesinambungan pemenuhan kebutuhan pangan dapat terpenuhi dari hasil kebun yang menetap dan hasil kebun berputar. Kesimpulan hasil penelitian bahwa a) aset reform dan accsess reform belum “mendarat” di desa Napan. Meskipun demikian warga masyuarakat petani di Desa Napan mampu menjaga dan memenuhi kebutuhan akan pangan berdasarkan teknik penanaman sederhana dan bersifat turun temurun yang berlangsung demikian secara terus menerus dan berkesinambungan, b) bahwa potensi tanaman lokal yang tersedia mampu mendukung pemenuhan kebutuhan pangan warga masyarakat petani beserta segenap keluarganya meskipun dalam kapasitas bertani secara sederhana dengan menggunakan “pola berkebun menetap” dan “pola berkebun berputar”.

Download: .Full Papers