Abstrak
Improving Diagnostic of Pulmonary Tuberculosis in HIV Patients by Bronchoscopy: A Cross Sectional Study
Prayudi Santoso, Arto Y. Soeroto, Rianita Juniati, Yovita Hartantri, Rudi Wisaksana, Bachti Alisjabana, Heda M. Nataprawira, Ida Parwati
Universitas Padjadjaran, Acta Medica Indonesiana - Indonesian Journal Internal Medicine Vol 49 Number 4 October 2017
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Acta Medica Indonesiana - Indonesian Journal Internal Medicine Vol 49 Number 4 October 2017
bronchoscopy, bronkoskopi, diagnostik mikrobiologi, HIV, microbiological diagnostics, sputum, tuberculosis, tuberkulosis
Latar belakang: diagnosis TB paru pada pasien HIV merupakan suatu tantangan karena fitur klinis atau tampilan radiologis yang tidak spesifik. Pasien HIV dengan sel CD4 <200 sel/mL yang terinfeksi M. tuberculosis memiliki kapasitas yang lebih rendah dalam menampung M. tuberculosis, membentuk granuloma, nekrosis, atau kavitas. Kondisi ini disebabkan oleh melemahnya inflamasi yang kemudian mengurangi produksi sputum dan dapat menyebabkan hasil negatif palsu. Penelitian ini bertujuan menilai perbedaan tingkat positivitas basil tahan asam (BTA) dan kultur M. tuberculosis dari sputum non-bronkoskopi dibandingkan dengan sputum bronkoskopi (bronkoalveolar) pada pasien tersangka tuberkulosis (TB) paru HIV dengan CD4=200 sel/µL. Metode: penelitian potong lintang dilakukan pada pasien HIV dewasa yang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin dengan CD4 =200 sel/µL yang disangka memiliki TB paru dengan uji analitik komparatif berpasangan. Semua pasien diminta memberikan dahak secara spontan atau dengan induksi sputum pada hari pertama. Pada hari berikutnya dilakukan pemeriksaan bronkoskopi dengan bilasan bronkoalveolus. Bahan yang diperoleh dari kedua cara diperiksa secara mikroskopis dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) dan kultur M. tuberculosis dengan media padat Ogawa. Positivitas, sensitivitas dan peningkatan sensitivitas BTA dan kultur M. tuberculosis pada kelompok non-bronkoskopik dan bronkoskopik kemudian dibandingkan. Hasil: terdapat perbedaan tingkat positivitas ZN pada kelompok non-bronkoskopi dibandingkan bronkoskopi yaitu 7/40 (17,50%) vs 20/40 (50,00%) (p<0.001). Perbedaan antara kultur kelompok non-bronkoskopi dengan kelompok bronkoskopi yaitu 16/40 (40,00%) vs 23/40 (57,50%) (p=0,039). Bilasan bronkoalveolus menunjukkan tingkat positivitas pemeriksaan dahak BTA lebih tinggi sebesar 32,5% (dari 17,5% menjadi 50%) dan juga kultur sebesar 17,5% (dari 40,0% menjadi 57,5%). Kesimpulan: bilasan bronkoalveolar dapat meningkatkan tingkat positivitas pemeriksaan sputum BTA dan kultur M. tuberculosis pada pasien tersangka TB paru dengan HIV positif dan CD4=200 sel/µL. Background: diagnostic of pulmonary TB in HIV patients is a problem due to non specific clinical features, or radiological appearance. HIV patients with CD4=200 cells/mL infected with M. tuberculosis have less capacity in containing M. tuberculosis, developing granulomas, casseous necrosis, or cavities. This condition is caused by weakend inflammatory which later reduced sputum production and may cause false negative result. This study aimed to assess differences in the positivity level of acid fast bacilli (AFB) and cultures of M. tuberculosis from nonbronchoscopic sputum (spontaneous and induced sputum) compared to bronchoscopic sputum (bronchoalveolar lavage) in HIV positive patients suspected pulmonary tuberculosis with CD4<200 cells/µL. Methods: this cross sectional study was conducted in adult HIV patients treated in Hasan Sadikin Hospital with CD4=200 cells/µL suspected with pulmonary tuberculosis by using paired comparative analytic test. All patients expelled sputum spontaneously or with sputum induction on the first day. On the next day, bronchoalveolar lavage (BAL) was performed. The two samples obtained from two methods were examined by AFB examination with staining Ziehl Neelsen (ZN) and cultured of M. tuberculosis on solid media Ogawa on all patients. Positivity, sensitivity and increased sensitivity of AFB and culture of M. tuberculosis in the non bronchoscopic and bronchoscopic groups were compared. Results: there were differences in the positivity level of AFB with ZN staining between nonbronchoscopic and bronchoscopic groups which were 7/40 (17.5%) vs 20/40 (50.0%) (p<0.001). The differences between the cultures of non-bronchoscopic and bronchoscopic groups were 16/40 (40.0%) vs 23/40 (57.5%) (p=0.039). Bronchoscopic sputum increased the positivity level of the ZN AFB examination by 32.5% (from 17.5% to 50.0%) as well as on culture examination by 17.5% (from 40.0% to 57.5%). Conclusion: Bronchoalveolar lavage can improve the positivity level of smears and cultures in patients suspected of pulmonary TB in HIV patients with CD4<200 cells/µL.