Abstrak
Analisis Kontrastip Perspektif Bahasa Dan Budaya Terhadap Distingsi Gender Maskulin Versus Feminln Dalam Bahasa Arab Dan Bahasa Indonesia
Tajudin Nur
Universitas Padjadjaran, Humaniora Volume 23 Nomor 3 2011, ISSN 0852-0801
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Humaniora Volume 23 Nomor 3 2011, ISSN 0852-0801
distinction, distingsi, feminin, Feminine, gender, masculine, maskulin
Tulisan ini membahas refleksi gender dalam bahara Arab dan bahasa Indonesia kemudian menghubungkannya dengan konteks budaya masing-masing Gender dalam bahasa Arab merupakan subkategori gramatika yang penting yang membedakan antara maskulin dan feminin pada hampir semua kelas katanya, sedangkan gender dalam bahasa Indonesia bukan merupakan subkategori gramatika yang penting. Setelah dilakukan analisis data melalui tahap perbandingan dan penjabaran diperoleh hasil bahwa (1) penanda gender dalam bahasa Arab didominasi oleh penandaan secara gramatikal, sedangkan penanda gender dalam bahasa Indonesia didominasi oleh penandaan secara leksikal dan jika tidak dipentingkan maka penanda gender dalam bahasa Indonesia tidak dihadirkan dan (2) bahasa Arab menerapkan sistem gender secara ketat dan berkaitan erat dengan kaidah persesuaian (agreement), sedangkan bahasa Indonesia menerapkan sistem gender yang longgar dan tidak mengenal persesuaian.
This paper discusses the reflection of gender in Arabic and Indonesian languages and then connects it to their each cultural contexts. Gender in Arabic grammar is important subcategory that distinguishes between masculine and feminine in almost every part of speech, whereas gender in Indonesian is not an imporant subcategory. After data analysis through comparison and elaboration phases obtained the following results (I) the gender markers in Arabic are dominated by the gammatical markers, while the gender markers in Indonesian are dominated by the lexical markers and if it not significant the gender markers in Indonesian are not presented, and (2) Arabic strictly applies the gender system and is closely related to the rules of concord (agreement), while lndonesian loosely does it and does not own the rules of conformity.