Abstrak RSS

Makna Dan Fungsi Sosial Nyanyian Dalam Pementasan Seni Tradisi Ronggeng Gunung Di Kabupaten Ciamis

Makna Dan Fungsi Sosial Nyanyian Dalam Pementasan Seni Tradisi Ronggeng Gunung Di Kabupaten Ciamis
Lina Meilinawati Rahayu, Nani Darmayanti
Universitas Padjadjaran, Buku Ibu Sebagai Sumber Budaya Literasi 2, Unpad Press 2016, ISBN 978-602-603-50-4
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
Universitas Padjadjaran, Buku Ibu Sebagai Sumber Budaya Literasi 2, Unpad Press 2016, ISBN 978-602-603-50-4
,

Ronggeng ini disebut ronggeng gunung karena memang berkembang di daerah pegunungan di Kabupaten Ciamis Selatan. Diperkirakan, kesenian ini dikenal sejak abad ke-7 pada masa Kerajaan Galuh.Kini, tarian ini menjadi kesenian khas di wilayah Kecamatan Kalipucang, Padaherang, Pangandaran, Cijulang, dan Cimerak. Tarian yang ditarikan seorang perempuan dan enam laki-laki ini termasuk dalam rumpun ketuk tilu. Para penari biasanya menari secara bergerombol membentuk Iingkaran mengelilingi ronggeng yang berperan sebagai penyanyi sekaligus penari. Dalam bahasa Sanskerta, ronggeng berasal dari kata renggana yang berarti perempuan pujaan. Kesenian mi diciptakan Rerabu, istri Mandiminyak (Raja Galuh abad VII-an). Dalam prakteknya mempunyai banyak versi. Cerita perjuangan Siti Samboja dan sejarah berdirinya kerajaan Pananjung di daerah Pangandaran mempunyai versi sendiri-sendiri.Dalam perkembangannya Ronggeng Gunung terdesak oleh Ronggeng Kaler dan Kuningan yang perpaduannya menghasilkan Ronggeng Amen/Kidul yang Iebih “laku” di masyarakat.Hal ini mungkin disebabkan Ronggeng Amen Iebih meriah sebab sudah menggunakan gamelan kliningan dan lagu-lagu Rancagan. Sementara itu, Ronggeng gunung terbatas pada lagu kawungan, Lirik Cangreng, Torondol, Kidung, Kosongan dan Gondang Rangsak dengan Waditra (alat musik) hanya sebuah kendang tanpa kulanter (kendang kecil), go ‘ong (gong) dan tiga buah ketuk.

Download: .Full Papers