Abstrak
Nil Equivalent Dan Zero Equivalent Pada Terjemahan Folklor Sastra Sunda Ke Dalam Bahasa Inggris: Kajian Penerjemahan
Erlina, M.Hum Dan Taufiq Hanafi, M.A
Unpad
Indonesia
Unpad
folklor, folklore, nil equivalent, penerjemahan, translation, zero equivalent
Faktor utama terwujudnya reformulasi dan transformasi kebudayaan Sunda adalah pengayaan informasi yang tidak hanya bergantung kepada teknologi komunikasi tetapi juga pada distribusi linguistik unsur utama kebudayaan, yakni bahasa. Distribusi linguistik inilah yang memegang peranan terpenting bagi keberlangsungan sebuah entitas, dalam hal ini kebudayaan, dan dalam konteks yang lebih sempit lagi adalah kebudayaan Sunda. Akan tetapi, ekslusivitas budaya Sunda menjadikan diseminasi seluruh aspek kebudayaannya bergerak dalam lingkup yang tidak luas dengan aksesibilitas yang rendah. Hal ini ditambah dengan penerjemahan seluruh teks informatif tentang Sunda yang hanya menyentuh permukaannya saja dan tidak mendalam atau tanpa memperhatikan situasi yang melatari terciptanya bagian informasi tentang Sunda tersebut. Alih-alih menjadi kaya, Sunda justru menjadi tidak inklusif dan menjauh dari dunia luar.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kebudayaan Sunda kaya akan cerita rakyat yang mencerminkan kepribadian, karakter, dan filosofi orang Sunda yang terletak pada kompleksitas dan keunikan penceritaan/penulisan cerita-cerita rakyat tersebut. Namun, tidak semuanya mudah dicerna jika tidak memerhatikan detil, peristiwa yang melatarinya, dan strategi pengisahannya. Pada saat inilah, pembahasan tentang Nil Equivalent dan Zero Equivalent pada Terjemahan Folklor Berbahasa Sunda ke dalam Bahasa Inggris: Kajian Sastra dan Penerjemahan menjadi sangat membantu dalam menguak kompleksitas kebudayaan Sunda dan memberikan penekanan pada distribusi linguistik yang efektif . Kekayaan kosakata Bahasa Sunda mengindikasikan kekayaan kebudayaannya. Melalui penerjemahan yang tidak superfisial, reformulasi dan tranformasi Kebudayaan Sunda dapat lebih bergerak leluasa di lingkup yang lebih luas.
Reformulation and transformation of a better Sundanese culture can be achieved through enriching information that depends on not only communication technology but also methodical linguistic distribution. The linguistic distribution is significant in preserving a cultural entity, to be specific, the Sundanese culture. However, the exclusiveness of Sundanese culture interferes with the dissemination of all aspectsof Sundanese culture into broader scope and diminishes accessibility. Furthermore, it is worsened by translation of Sundanese texts that only touches its superficial elements without paying a profound attention to the setting in which the Sundanese texts were originally created. Instead of becoming rich, Sundanese texts are creating a considerable distance from the global world.
It is a general consent that Sundanese culture is aesthetically rich with complex and unique narrated folktales that mirror the personality, traits and philosophy of the Sundanese people. However, the tales are not easy to digest unless listeners or readers pay attention to details, events that surround tales, and their narrative technique. Study on Nil Equivalent and Zero Equivalent on the English Translation of Sundanse Folklores is one major way to comprehend the complexity and grab the gist of these folktales and puts emphasis on effective linguistic distribution. Sundanese language has abundant vocabularies indicating the richness of its culture which is to be reformulated, transformed and disseminated in a wider scope where Sundanese culture can move more openly.