Abstrak
Manajemen Agribisnis Sapi Perah: Suatu Telaah Pustaka
Achmad Firman, SPt., MSi
Unpad
Indonesia
Unpad
koperasi, kualitas susu, usaha persusuan
Usaha persusuan di Indonesia sudah sejak lama dikembangkan. Seiring dengan perkembangan waktu, perkembangan persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu Tahap I (periode sebelum tahun 1980) disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II (periode 1980 – 1997) disebut periode peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (periode 1997 sampai sekarang) disebut periode stagnasi. Pada tahap I, perkembangan peternakan sapi perah dirasakan masih cukup lambat karena usaha ini masih bersifat sampingan oleh para peternak. Pada tahap II, pemerintah melakukan impor sapi perah secara besar-besara pada awal tahun 1980-an. Tujuan dilakukannya impor besar-besaran adalah untuk merangsang peternak untuk lebih meingkatkan produksi susu sapi perahnya. Selain itu, peningkatan populasi sapi perah ditunjang oleh permintaan akan produk olahan susu yang semakin meningkat dari masyarakat. Di samping itu, pemerintah mencoba melalukan proteksi terhadap peternak rakyat dengan mengharuskan Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk menyerap susu dari peternak. Sedangkan untuk tahap III, perkembangan sapi perah mengalami penurunan dan stagnasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kejadian krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Di samping itu, pemerintah mencabut perlindungan terhadap peternak rakyat dengan menghapus kebijakan rasio susu impor dan susu lokal terhadap IPS (Inpres No.4/1998). Kebijakan ini sebagai dampak adanya kebijakan global menuju perdagangan bebas barrier. Berdasarkan dengan kebijakan tersebut, maka peternak harus mampu bersaing dengan produk susu dari luar negeri, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Seiring dengan perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia, berbagai permasalahan persusuan pun semakin bertambah pula baik permasalahan dari sisi peternak, koperasi, maupun dari industri pengolahan susu. Sejak dilakukan impor sapi perah secara besar-besaran dari Australia dan New Zealand pada awal tahun 1980-an, ternyata produktivitas usahaternak rakyat masih tetap rendah seolah jalan ditempat, karena manajemen usahaternak dan kualitas pakan yang diberikan sangat tidak memadai. Memperbaiki manajemen peternakan rakyat merupakan problema yang cukup komplek, tidak hanya merubah sikap peternak tetapi juga bagaimana menyediakan stok bibit yang baik dan bahan pakan yang berkualitas dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan. Dampaknya terlihat pada rendahnya kualitas susu yang ditunjukkan oleh tingginya kandungan bakteri (Total Plate Count = TPC), rata-rata diatas 10 juta/cc. Padahal, yang direkomendasi harus dibawah 1 juta/cc. Di sisi lain, nilai total solid (TS) masih dibawah rata-rata yaitu di bawah 11,3%. Dengan kata lain, permasalahan yang terjadi di tingkat peternak adalah tingkat kualitas susu yang dihasilkan masih sangat rendah, baik dari sisi total bakteri (TPC) ataupun Total Solid (TS).