Abstrak
Ironi Perempuan Di Tengah Isu
Nana Suryana, Djarlis Gunawan, Abdul Hamid
Sastra Unpad
Indonesia
Unpad
ambivalen, ambivalent, femenism, Feminisme, gender, hierarchical, hierarkis, kontemporer, kotemporary, monumental
Persoaalan gender sudah lama disinggung dalam karya sastra Indonesia. Novel perintis Azab dan Sengsara, Sitti Nurbaja, dan Layar Terkembang, misalnya, secara khusus menampilkan potret perempuan Indonesia di tengah lingkungannya. Dalam ketiga karya monumental tersebut, terungkap bahwa secara sosial-kultural hubungan laki-laki dan perempuan bersifat hierarkis; laki-laki berada pada kedudukan yang dominan dan perempuan subbordinat; laki-laki menentukan dan perempuan ditentukan. Penelitian ini pada dasarnya membahas masalah gender dalam beberapa novel kontemporer Indonesia. Masalah ini dicoba diangkat sehubungan dengan merebaknya kecenderungan pemikiran baru yang bertalian dengan isu gerakan feminisme dalam beberapa tahun terakhir ini. Berdasarkan telaah secara sosiologis, diperoleh simpulan bahwa novel kontemporer Indonesia ironi. Di tengah upaya gencar memperjuangkan hak-hak mereka, masih terdapat perlakuan sosial-kultural yang timpang. Perlakuan ini pada akhirnya menyebabkan kaum perempuan selalu berada dalam posisi yang ambivalen.
Gender related problems have long been discussed in Indonesian literary works. Pioneer novels, such as Azab dan Sengsara, Sitti Nurbaja, and Layar Terkembang, for example, have even portrayed Indonesian women amids their environment. In these three monumental works, it is revealed that in a socio-cultural context, man-women relationship is hierarchical in nature; the man possesses a more dominant position, and the women is his subordinate; the man decides, and by him, the woman is decided upon. The research basically discusses gender-related problems in some contemporary Indonesian novels. This problems is raised in relation to the emergence of a new philosophical tendency related to the feminism movement issues within the past few years. Based on a sociological study, it is concluded that in contemporary Indonesia novels, the life of women still, in fact, reflects irony. In spite of the hard effors to fight for women’s rights, a number of discriminatory socio-cultural treatmens are still found. Such trechments eventually place women in an ambivalent position.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : http://www.lppm.unpad.ac.id