Abstrak
Pengentasan Penduduk Miskin
Erlis Karnesih
Fisip Unpad
Indonesia
Unpad
and local-state actors, dan elit lokal, local outonomy, otonomi daerah, Pengentasan Penduduk miskin, poverty alleviation
Pengentasan penduduk miskin merupakan masalah yang cukup serius bagi Jawa Barat. Data empirik berupa indikator yang paling sering dipergunakan untuk mengukur intensitas kemiskinan head count ratio dan poverty gap index menjelaskan jumlah dan tingkat kemiskinan penduduk bervariasi secara signifikan antar daerah kabupaten dan kota. Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 menyebabkan merosotnya kemampuan daya beli penduduk. Pada periode 1996-1999, persentase penduduk miskin meningkat tajam, namun pada tahun 2004 menurun, sejalan dengan implementasi program nasional. Pemerintah menyediakan paket JPS (Jaring Pengaman Sosial) meliputi penyediaan kebutuhan pokok dan pengembangan usaha untuk keluarga miskin. Data empirik juga memperlihatkan tingkat partisipasi pendidikan menurun dalam kurun waktu tersebut. Walaupun persentase penduduk miskin mengalami penurunan, masih tetap tinggi dan pola yang terjadi tetap sama yaitu persentase penduduk miskin di perdesaan lebih besar dibanding perkotaan. Keadaan ini disebabkan karena masih rendahnya kinerja manajemen publik. Sejalan dengan desentralisasi yang dibawakan oleh otonomi daerah pada tahun 1999 seharusnya kinerja elit lokal (local-state actors) meningkat secara signifikan dalam mengimplementasikan progarm-program kemiskinan secara efisien dan akuntabel. Padahal,Indonesia meletakkan prinsip dasar kebijakan publik bahwa sumberdaya manusia bukan saja sebagai alat, namun juga sebagai tujuan.
West Java shows a variation in poverty conditions across districs. As the figures show, there is a strikingly large range of inter-distric variations in both head count index and poverty gap index. With regards to the economic crisis that started in the mid-1997, purchasing power of the population dropped dramatically. This has been reflected in the West Java’s poverty intensity which rose between 1996 and 1999 and then fell again in 2004. By the year 2004, the government has intensified number of development projects like, among others, anti-poverty strategies and social safety nets programmes to reduce poverty more rapidly.It should also be emphasized that during the period of 1996-1999, overall education attaintment of the poor people dropped in both urban and rural areas. West Java’s level of income may have fallen back to its pre-crisis level, but the rate is still high, and the fact it has not fallen further is due to slow improvement in the public management. The 1999s show the emergence of a new public management in the public sector, in response to what many regarded as the inadequacies of the traditional model of administration. This approach may alleviate some of the problem of earlier model, but does not mean quit dramatic changes in how the public sector operates. In addition, Indonesia now is implementing policy to be based on the principle that people are not just the means of development but also the ends.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : http://www.lppm.unpad.ac.id